Oleh: Yuni Damayanti
Dilansir dari Republika.co.id, Juru Bicara Kementrian Perindustrian (Jubir Kemenprin) Febri Hendri Antoni Arif meminta publik untuk melihat hilirisasi dari nilai tambah ekonominya, alih-alih pada kepemilikan atau ownership.
“Hilirisasi jangan dilihat dari ownership smelter, baik itu penanaman modal asing (PMA) atau penanaman modal dalam negeri (PMDN), tetapi lebih kearah pendekatan nilai tambah ekonomi, sehingga manfaat yang dirasakan dengan berjalanya hilirisasi memberikan nilai nyata bagi pembangunan nasional,” kata Febri memberikan penjelasan melalui keterangan resmi di Jakarta, Ahad (13/8/2023).
Namun hal berbeda diungkapkan oleh Ekonom Senior dari Institute for Develover of Economic and Finance (indef), Faisal Basri mengatakan kebijakan hilirisasi nikel yang dijalankan pemerintah saat ini ugal-ugalan.
Menurutnya, hilirisasi itu justru mendukung industrialisasi di China di saat Indonesia mengalami deindustrialisasi.
Faisal mengatakan, ia mendukung sepenuhnya industrialisasi tapi menolak mentah-mentah kebijakan hilirisasi nikel dalam bentuk yang berlaku sekarang.
Ia menuturkan, kebijakan hilirisasi nikel sudah berlangsung hampir satu dasawarsa. Namun, justru peranan sektor industri manufaktur terus menurun ndari 21,1 persen pada 2014 menjadi hanya 18,3 persen pada 2022. Ini titik terendah sepanjang 33 tahun terakhir.
“Jangan membayangkan produk smelter dalam bentuk besi dan baja yang langsung bisa dipakai untuk industri otomotif, pesawat terbang, kapal bahkan untuk industri peralatan rumah tangga seperti panik, sendok, garpu, dan pisau sekalipun. Ada memang, tetapi jumlah sangat sedikit,” ujar dia, (Republika, 12/8/2023).
Kebijakan hilirisasi nikel juga membuka peluang besar penyalahgunaan jabatan dan wewenang, seperti yang terjadi di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara kasus korupsi tambang nikel ilegal yang menyeret beberapa nama menjadi tersangka diantaranya mantan Menteri ESDM Ridwan Djamaluddin (RJ).
Selain Ridwan Kejagung juga menetapkan HJ sebagai Koordinator Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) Kementerian ESDM sebagai tersangka. Selain itu ada juga pejabat Kementerian ESDM lainya yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Ia adalah SM selaku kepala Geologi Kementerian ESDM sekaligus mantan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM. Sementara itu, beberapa tersangka lainnya merupakan HW selaku General Manager PT Antam UPBN Konawe Utara, GAS selaku pelaksana lapangan PT LAM, AA selaku Direktur PT Kabaena Kromit Pratama, dan OS selaku Direktur PT LAM, (Cnnindonesia, 11/8/2023).
Discussion about this post