Oleh: Sutrisno Pangaribuan
Belum lama berselang terjadinya proses legislasi yang super kilat dengan akrobat politik Baleg DPR RI bersama Mendagri, Menkum HAM, UU Pilkada yang tidak masuk dalam RUU prioritas program legislasi nasional (Prolegnas) 2024, mendadak dibahas. Dalam (1×24) jam pasca putusan MK 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024 dibacakan, Baleg DPR RI gelar rapat super cepat.
DPR RI dan pemerintah sangat reaktif bahkan agresif atas putusan MK 60 dan 70 tersebut. Berbeda sikap dengan saat Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden/wakil presiden dibacakan. DPR RI bersama pemerintah pasif, namun memberi ruang bagi KPU untuk proaktif. KPU merevisi PKPU demi memuluskan “raja Jawa muda” maju di Pilpres.
Dengan menabrak hukum, etika, moral, asas kepantasan, dan kepatutan, Baleg DPR RI bersama pemerintah memaksa melakukan revisi UU Pilkada. KIM Plus membabi buta merevisi UU Pilkada tanpa memedomani putusan MK. DPR RI dan Pemerintah secara sengaja mengabaikan putusan MK yang bersifat final dan mengikat, demi keinginan melahirkan UU Pilkada baru yang dapat mengakomodasi “raja Jawa muda kedua” maju di Pilkada.
Namun permufakatan jahat antara DPR RI yang dimotori KIM Plus bersama pemerintah kandas. Mahasiswa, buruh, artis, komika, siswa SMA/SMK, dan kelompok masyarakat pro demokrasi lainnya turun ke jalan. Massa aksi dengan tegas menolak rencana DPR RI dan pemerintah merubah UU Pilkada. KIM Plus akhirnya mengalah, karena takut berhadapan dengan rakyat.
Massa aksi marah jika UU Pilkada diubah berbeda dengan putusan MK. Massa aksi bergerak di seluruh kota-kota besar dengan tagar #kawalputusanmk. MK yang namanya sempat diplesetin menjadi “mahkamah keluarga” akibat putusan MK 90, akhirnya mendapat dukungan moral (kembali) dari publik pasca Putusan MK 60 dan 70 dibacakan.
Pembangkangan hukum, pembegalan konstitusi, pembelokan arah reformasi, dan perusakan demokrasi kandas. Parpol anggota KIM Plus buru-buru cuci tangan, memilih sejalan dengan aspirasi rakyat. Pimpinan DPR RI, Sufmi Ahmad Dasco putar haluan 180 derajat mengumumkan sidang paripurna pengambilan keputusan revisi UU Pilkada tidak dapat dilanjutkan.
Aksi nekat DPR RI bersama pemerintah tersebut berdampak buruk bagi masa depan Indonesia sebagai negara hukum. Namun risiko besar tersebut diduga tidak gratis, sebab ada pengaruh kekuasaan politik yang dapat melakukan bujuk rayu. Ada intervensi dan transaksi politik yang melampaui kekuasaan hukum dan politik DPR RI sehingga berani melawan putusan MK.
Maka untuk membongkar para sutradara, aktor intelektual dari aksi pembegalan hukum, pembangkangan konstitusi, serta pembelokan arah reformasi tersebut, perlu dilakukan tindakan sebagai berikut:
Discussion about this post