PENASULTRA.ID, MUNA – Mahkamah Agung (MA) menolak eksepsi PT. Pertamina terkait sengketa tanah seluas kurang lebih 11.200 m² yang terletak di Kelurahan Sulaa, Kecamatan Betoambari, Kota Baubau.
MA memutuskan Kasasi PT. Pertamina pusat Jakarta cq PT. Pertamina (Persero) MOR VII Makassar cq PT. Pertamina (Persero) TBBM Baubau selaku tergugat I ditolak. Dan Hj. Rumin selaku penggugat dinyatakan berhasil memenangkan kasus perdata tersebut.
Kuasa hukum Hj. Rumin, Lamawati SH mengatakan, Hj. Rumin telah menemukan keadilan atas tanah miliknya yang diklaim oleh PT Pertamina Baubau. Dalam waktu dekat ini ia bakal mengajukan permohonan eksekusi sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan putusan tersebut.
“Alhamdulillah putusannya itu bahwa Pertamina dihukum untuk membayar ganti rugi sebasar Rp. 728. 000.000,” kata Lamawati, Minggu 28 November 2021.
Sebelumnya, dikutip dari dari laman Triaspolitika.id, rentetan kemenangan penggugat yang diwakili oleh kuasa hukumnya, bermula sejak lahirnya putusan tingkat pertama di Pengadilan Negeri (PN) Baubau pada 19 September 2019 lalu.
Hakim PN Baubau, Rachmat S.HI Lahasan mewakili Ketua PN Baubau, Rommel Franciskus Tampubolon mengatakan, karena merasa kalah, PT. Pertamina selaku tergugat I akhirnya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Sultra.
Dari hasil putusan pada 25 November 2019 menguatkan putusan tingkat pertama.
“Tingkat banding, menguatkan putusan tingkat pertama. Sementara ditingkat kasasi, menolak permohonan kasasi. Otomatis menguatkan putusan tingkat pertama dan tingkat kedua,” kata Rachmat S.HI Lahasan, Kamis 25 November 2021.
Tidak terima putusan tingkat pertama, PT Pertamina kemudian melakukan upaya kasasi di MA.
Dalam putusan kasasi perdata tersebut, permohonan kasasi oleh pemohon kasasi ditolak. Dengan begitu, menguatkan putusan tingkat pertama dan tingkat kedua yang diputuskan pada 18 Agustus 2021.
“Tingkat banding menguatkan putusan tingkat pertama. Sementara ditingkat kasasi menolak permohonan kasasi, otomatis menguatkan putusan tingkat pertama dan tingkat kedua,” tambah Rachmat.
Saat ini, katanya, berkas putusan kasasi sengketa perdata hasil putusan MA telah diterima oleh PN Baubau pada 9 November 2021. Salinan putusan tersebut juga telah diberikan kepada pihak-pihak pada 11 November 2021 lalu.
Adapun putusan tingkat pertama berbunyi:
1. Dalam konvensi, dalam eksepsi, menolak eksepsi tergugat I dan tergugat II dalam hal ini (Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sulawesi Tenggara cq Badan Pertanahan Kota Baubau), untuk seluruhnya. Sedangkan dalam pokok perkara mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian.
2. Menyatakan hukum bahwa jual beli tanah objek sengketa yang dilakukan penggugat dengan Wa Lingu tanggal 10 Desember 2021 sesuai akta jual beli Nomor 182/JB/BTR/XII/2001 adalah sah secara hukum.
3. Menyatakan, hukum bahwa tanah objek sengketa terletak di Kelurahan Sulaa Kecamatan Betoambari Kota Baubau seluas kurang lebih 11.200 m² dengan batas-batas, sebelah utara berbatas dengan tanah La Agi, sebelah timur berbatas dengan tanah La Ali, sebelah selatan berbatas dengan tanah Wa Isi, sebelah barat berbatas dengan laut adalah milik sah penggugat.
4. Menyatakan, perbuatan para tergugat yang telah menguasai dan menerbitkan surat-surat kepemilikan objek sengketa tanpa melakukan pembayaran ganti kerugian adalah perbuatan melawan hukum yang merugikan penggugat;
5. Menghukum tergugat I untuk melakukan pembayaran ganti kerugian berupa uang kepada penggugat sebesar Rp 728.000.000, secara tunai dan sekaligus.
6. Menghukum para tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini secara tanggung renteng sejumlah Rp 2.771.000,-
7. Menolak gugatan penggugat untuk selain dan selebihnya. Dalam rekonvensi, (1) menolak gugatan penggugat rekonvensi untuk seluruhnya, (2) menetapkan biaya Perkara dalam rekonvensi nihil.
Rachmat menuturkan, langkah penggugat selanjutnya yaitu berupa pengajuan permohonan eksekusi. Pihak PN Baubau sambungnya, belum bisa melakukan eksekusi jika belum diajukan.
“Kalau sudah inkrah otomatis harus di eksekusi. Karena ini belum dieksekusi. Kita tinggal tunggu permohonan eksekusi dari penggugat,” kata Rachmat.
“Kita tidak bisa tentukan kapan eksekusi. Jika sudah ada permohonan, barulah kita lakukan eksekusi, baik eksekusi secara paksa maupun secara sukarela. Jadi nanti kita lihat, karena itu kewenangan Ketua Pengadilan,” Rachmat menambahkan.
Begitupun pihak tergugat, masih bisa melakukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK).
“Tetapi terggugat harus punya Novum (peristiwa atau bukti baru), serta syarat-syarat PK harus dipenuhi lebih dulu, diteliti ditingkat pertama lalu dikirim di tingkat Kasasi,” terang Rachmat.
Penulis: Sudirman Behima
Editor: Yeni Marinda
Discussion about this post