<strong>Oleh: Rindi Antika</strong> Kemiskinan memang harus dituntaskan dan dihilangkan dari kehidupan khususnya di negeri ini. Sebagaimana yang dilakukan pemerintah, di mana beberapa tahun silam yang menjadi prioritas utamanya adalah pembangunan wilayah Papua. Dikutip dari ccnindonesia.com, tenaga ahli utama Kantor Staf Presiden (KSP) Theofransus Litaay menyebut dalam kurun waktu 10 tahun prioritas pembangunan Papua yang dilakukan presiden Joko Widodo "banyak membawa perubahan dan keberhasilan" di masyarakat paling Timur Indonesia itu (11/6/2023). Menurutnya, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua pada 2010 mencapai 54,45 persen. Angka itu meningkat menjadi 61,39 di 2022. Senada, IPM Papua Barat pada 2010 mencapai 59,60, yang kemudian naik menjadi 65,89 pada 2022. Sementara, tingkat kemiskinan mengalami penurunan signifikan. Yakni dari 28,17 persen di Maret 2010 di Papua menjadi 26,56 persen di 2022. Sementara, Papua Barat juga mengalami penurunan dari 25,82 persen pada 2010 menjadi 21,33 persen di 2022, sedangkan angka harapan hidup mengalami kenaikan. Rinciannya untuk Papua, dari 64,31 pada 2010 menjadi 71,85 tahun pada 2022. Papua Barat juga naik dari 64,59 di 2010 menjadi 66,46 pada 2022. Sekilas jika diperhatikan angka kemiskinan di Papua terlihat mengalami penurunan. Namun penurunan tersebut terjadi dalam waktu yang panjang yaitu 10 tahun. Padahal dalam 10 tahun terakhir Papua sering mengalami kelaparan ekstrim hingga menyebabkan kematian, tak hanya itu kemiskinan di Papua membuat warga setempat tidak mendapatkan akses kesehatan yang layak, pendidikan yang memadai, fasilitas infrastruktur yang buruk, kecuali pada daerah jalur tambang dan keamanan karena ancaman OPM. Angka-angka tersebut memang menunjukkan perubahan, namun tidak cukup jika berpatokan pada angka saja. Akan tetapi harus juga sama dengan realita di lapangan. Nyatanya sekalipun angka kemiskinan mengalami penurunan, namun faktanya Papua tetap saja mengalami keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan, kesenjangan, dan kesehatan yang buruk. Padahal Papua adalah daerah yang kaya akan sumber daya alam. Miris memang, karena kapitalisme meniscayaan semua itu terjadi. Hanya bermain diangka, namun nyatanya jauh panggang dari api. Jadi semua ini disebabkan oleh penerapan kapitalisme sekular, para kapital menguasai sumber daya alam suatu wilayah, sementara rakyat yang hidup di wilayah tersebut mati kelaparan. Maka, mana mungkin kesejahteraan didapatkan dalam sistem ini. Sejatinya kesejahteraan tidak sulit diwujudkan pada masyarakat Papua, asalkan sistem ekonomi dan politik yang mengaturnya itu benar. Namun untuk saat ini tidak ada yang menerapkannya di dunia, kecuali sistem Islam yakni khilafah. Seluruh aturan dalam Islam hanya bersumber pada Allah SWT, tuhan seluruh manusia di muka bumi ini. Salah satu bukti keberhasilan sistem khilafah dalam mengentaskan kemiskinan dan menyejahterakan rakyatnya adalah pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pemimpin khilafah Abbasiyah. Beliau hanya memerlukan waktu 3 tahun untuk menihilkan kemiskinan, makna nihil di sini benar-benar tidak ditemukan orang yang berhak mendapatkan zakat maupun bantuan dari Baitul mall. Hal tersebut terabadikan dalam kisah tatkala Baitul mall mengalami kondisi surplus. Bandingkan dalam sistem kapitalisme yang memerlukan waktu 10 tahun, namun itupun tidak secara tuntas. Khilafah akan menerapkan beberapa kebijakan agar daerah tersebut terbebas dari kemiskinan, keterbelakangan, dan kesenjangan. Pertama, khilafah akan memastikan tidak ada satupun laki-laki yang tidak mendapatkan pekerjaan. Kedua, khilafah akan memastikan setiap individu rakyat mendapatkan kebutuhan dasar publik. Khilafah mengambil dana dari pos kepemilikan umum yakni Baitul maal. Pemasukan pos ini berasal dari pengelolaan sumber daya alam secara mandiri. Maka kekayaan tambang bumi Papua akan dikelola oleh khilafah sebagaimana syariat memerintahkan. Rasulullah SAW bersabda: "Tiga hal yang tidak boleh di monopoli adalah air, rumput, dan api" (HR.ibnu Majah). Khilafah akan mengambil alih pengelolaan sumber daya alam dan memberikan 2 pilihan pada bangsa asing, yaitu membeli semua peralatan mereka dan mereka pergi dari Papua atau mereka menjadi buruh khilafah untuk mengoperasikan peralatan tambang. Seperti inilah konsep dan teknis yang dilakukan oleh khilafah untuk mengentaskan kemiskinan secara nyata. Wallahu a'lam bishawab.<strong>(***)</strong> <strong>Penulis adalah Aktivis Remaja Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/sRSe0sQ86Fs
Discussion about this post