Fakta terjalinnya koalisi antara partai yang berlainan ideologi, disinyalir hanya bersumber pada vested interest, yakni kepentingan untuk meraih kekuasaan, jabatan dan privilese ekonomi. Kondisi demikian menurut Ambardh justru menunjukkan sebuah sistem kepartaian yang terkartelisasi.
Kondisi sistem kepartaian yang terkartelisasi di Indonesia pasca-reformasi menjadi ajang “penjarahan” sumber daya alam atau keuangan negara baik secara legal maupun ilegal. Dampak dari sistem kepartaian yang terkartelisasi ini adalah terjadinya kolusi antara pemerintah dan partai politik yang pada akhirnya merugikan kepentingan konstituen.
Koalisi yang dibangun atas dasar pragmatisme atau bahasa kekiniannya sebagai koalisi pembagian ladang garapan ini akan berdampak pada terciptanya habitus korup di kalangan elite kekuasaan.
Implikasi dari sebuah koalisi yang memiliki tujuan untuk berbagai kue kekuasaan, dirasa tidaklah linier jika masyarakat masih mengharapkan dukungan partai sebagai keterwakilan pembawa pesan kebijakan kesejahteraan atas arah kebijakan politik pemerintahan yang akan dijalankan.
Rendahnya Tingkat Pelembagaan Partai
Mengutip hasil penelitian Mainwaring dan Scully di Amerika Latin, ada empat faktor yang menjadi penyebab lemahnya sistem kepartaian. Pertama, pola elektoral yang tidak stabil. Kedua, rapuhnya akar partai dalam masyarakat. Ketiga, rendahnya legitimasi partai dan Pemilu bagi mereka yang memerintah. Keempat, aturan dan struktur organisasi partai yang tidak stabil.
Pengetahuan dasar politik, tingkat pelembagaan partai politik sangat menentukan terciptanya sistem keterwakilan politik yang berkualitas. Reformasi struktural yang telah dilakukan sejak awal periode reformasi ternyata tidak serta merta meningkatkan kualitas keterwakilan partai politik.
Kondisi ini merupakan imbas dari ketidakjelasan relasi partai dan pemilih yang ditunjukkan dari tiadanya benang merah antara aspirasi masyarakat dan kebijakan pemerintah.
Hal ini ditambah pula dengan semakin kaburnya cita-cita ideal partai yang harus representasikan kehendak rakyat, dan kekaburan ini tampak pada banyak hal, misalnya perilaku para wakil rakyat yang tidak elok.(***)
Penulis: Aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan Pegiat Literasi Nusa Tenggara Barat
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post