Oleh: Eko Satria, S.H., M.H
Kisruh tentang sikap Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), H Ali Mazi yang belum juga melantik Penjabat (Pj) kepala daerah untuk Kabupaten Buton Selatan dan Kabupaten Muna Barat masih menjadi persoalan hangat hari ini.
Alasan dari sikap orang nomor satu di Sultra tersebut dikarenakan Kemendagri menunjuk dua Pj yang mengabaikan usulan dari Gubernur Sulawesi Tenggara.
Tak pelak, atas sikap perlawanan yang ditunjukkan Ali Mazi tersebut justru membawanya ke persoalan lain. Yakni, dugaan pelanggaran administratif.
Dugaan pelanggaran administratif dalam konteks penolakan atas pelantikan Penjabat Bupati tidak bisa seketika dicerminkan pada kewajiban kepala daerah dalam UU Pemda Nomor 23 Tahun 2014 (pasal 67) terkait dalam menjalankan program strategis nasional.
Yang dimaksud dengan “program strategis nasional” dalam ketentuan ini adalah program yang ditetapkan Presiden sebagai program yang memiliki sifat strategis secara nasional dalam upaya meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan serta menjaga pertahanan dan keamanan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014, Program Strategis Nasional pertama yang wajib dilaksanakan kepala daerah adalah mengacu kepada RPJMN 2020-2024 (Perpres Nomor 18 Tahun 2020).
Berangkat dari komitmen pemerintah terhadap implementasi program strategis nasional kemudian mengarahkan Presiden menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Di dalam Perpres tersebut terdapat peran kepala daerah dalam melaksanakan program strategis nasional dimana di dalamnya terdapat 10 program strategis nasional.
Discussion about this post