Oleh: Sutrisno Pangaribuan
Keputusan Maruarar Sirait (Ara) hengkang dari PDIP tidak mengejutkan. Pilihan tersebut sebagai tindakan ksatria, gentlemen atas sikap politik yang “berbeda” dengan PDIP. Keputusan Ara mengikuti langkah Jokowi adalah hak pribadi yang harus dihormati.
Langkah Ara menjadi menarik saat dilakukan bersamaan dengan momentum HUT ke-51 fusi Partai Katolik, Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba), Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), dan Partai Kristen Indonesia (Parkindo).
Penguasa Orde Baru mantan mertua Prabowo Subianto, Presiden RI kedua, H. M. Soeharto memaksa kelima partai tersebut melebur menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang lewat perjuangan para aktivis pro demokrasi, dengan darah, nyawa, dan airmata menjadi PDI Perjuangan.
Discussion about this post