PENASULTRAID, KENDARI – Walaupun telah membantah bahwa soal pencemaran lingkungan yang terjadi di sungai Watalara, Desa Pu’ununu hingga tembus ke pesisir pantai Kecamatan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana bukanlah ulah dari aktivitas tambang yang mereka lakoni, namun PT Tambang Bumi Sulawesi (TBS) tetap saja didemo mahasiswa.
Adalah Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan dan Kehutanan (AMPLK) Sulawesi Tenggara (Sultra), Jaringan Demokrasi Rakyat (Jangkar) dan Amara Sultra.
Ketiga lembaga eksternal mahasiswa yang tergabung dalam Konsorsium Mahasiswa (Korum) Sultra itu pada Rabu 15 Januari 2025 turun ke jalan menggelar aksi unjuk rasa menyoal dugaan pencemaran lingkungan PT TBS.
Aksi unjuk rasa yang mereka gelar tersebut sekaligus membuat pelaporan ke pihak berwenang seperti di Polda Sultra, Inspektur Tambang Perwakilan Sultra, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sultra, Pos Gakkum KLHK Kendari dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sultra.
Jenderal Lapangan, Malik Bottom mengatakan, bukan kali ini saja dugaan pencemaran lingkungan mencuat akibat aktivitas PT TBS.
Yang terbaru, kata mahasiswa jebolan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu, terjadi pada Rabu 8 Januari 2025 lalu. Sementara yang dipakai untuk klarifikasi bantahan oleh pihak PT TBS yakni foto pada Minggu 12 Januari 2025.
“Menurut informasi yang kami dapat dan kumpulkan, pasca terjadi luapan lumpur yang membuat kali dan pesisir pantai berwarna kecoklatan pihak perusahaan melakukan pengerukan,” beber Malik.
“Kalau hanya untuk kepentingan klarifikasi ini sama saja akal-akalan perusahaan,” timpal Ketua Amara Sultra.
Menurut Malik, ketika masyarakat mengeluhkan aktivitas PT TBS, berarti patut diduga pihak perusahaan tidak melakukan kegiatan pra penambangan dalam hal ini rekayasa sosial.
“Bisa kita periksa jejak digital yang mengeluh ini masyarakat, bukan kepala desa yang sudah memiliki gaji bulanan. Sementara masyarakat yang sehari-harinya hanya bergantung sebagai petani dan nelayan, tidak memiliki gaji kalau bukan mengurus kebun dan melaut. Lalu, apa langkah perusahaan, apa pernah menyalurkan CSR dan dana PPM nya terhadap masyarakat,” papar mahasiswa ekonomi salah satu kampus di Sultra.
Ketua AMPLK Sultra, Ibrahim bahkan menyebut dampak kerusakan lingkungan yang terjadi sangat buruk dan merugikan masyarakat setempat khususnya pada lahan pertanian serta tercemarnya perairan.
Ibrahim juga mensinyalir aktivitas PT TBS bertentangan dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 113 tahun 2003 dan Peraturan Menteri LHK Nomor 5 tahun 2022 tentang pengelolaan air limbah usaha pertambangan.
“Sudah banyak keluhan masyarakat. Tanpa kita ke sana pun, pihak berwenang bisa memeriksa jejak digital perusahaan tersebut, terkhusus peristiwa yang terjadi pada Rabu 8 Januari 2025. Kita bisa lihat dampak yang terjadi pada kali dan pesisir. Nah ini yang terjadi ketika musim penghujan datang,” terangnya.
Ketua Jangkar Sultra, Rasyidin dengan tegas meminta pihak berwenang segera menindaklanjuti keluhan masyarakat Desa Pu’ununu.
“Kami minta pihak berwenang untuk menindaklanjuti persoalan ini. Bukti-bukti sudah ada, jejak digital juga ada, lalu tunggu apalagi,” tegas pengurus HMI Cabang Kendari.
Saat aksi unjuk rasa dan pelaporan Korum Sultra di Polda Sultra, mereka ditemui oleh Panit 2 Tipidter Ditreskrimsus, Ipda Haris.
“Nanti kami tindaklanjuti atas aduannya adik-adik ini. Kalau bisa bikin aduan resmi, nanti kita tindaklanjuti,” ucap Ipda Haris pada massa aksi.
Discussion about this post