Namun, tidak dengan pengelolaan seperti rentenir dengan mekanisme cicilan kredit pinjaman. Mestinya KKP membebaskan syarat pada akses modal dan pengembalian. Karena anggaran tersebut, bersifat anggaran hitungan habis yang bersumber dari APBN.
LPMUKP seharusnya merubah metodenya, apalagi selama ini nelayan terkesan sangat sulit akses dana tersebut. Kalau terus terjadi sistem tidak transparan, maka diragukan pertanggung jawaban Badan Layanan Umum (BLU) kepada negara sebagai lembaga yang memberikan fasilitas pinjaman/pembiayaan bagi nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, pengolah dan pemasar hasil perikanan, hingga usaha masyarakat pesisir lainnya.
LPMUKP belum seimbang dan minim perspektif keadilannya, karena hanya membiayai usaha-usaha budidaya yang sudah berjalan sukses. LPMUKP kurang melihat kondisi usaha nelayan yang belum menguat dari permodalan.
Kalau objektif, fasilitas MUKP belum begitu tinggi memberikan dampak positif bagi masyarakat khususnya nelayan-nelayan kecil di pedesaan. Terlebih dengan hadirnya tenaga pendamping dan tarif layanan yang ringan mendorong usaha jadi lebih maju dan kesejahteraan pun meningkat.(***)
Penulis: Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI)
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post