<strong>Oleh: Sutrisno Pangaribuan</strong> MNC Group selaku pemegang hak siar, memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyelenggarakan nonton bareng pertandingan sepakbola Timnas U-23 melawan Uzbekistan di semifnal pada Senin (29/4/2024). Sepanjang pagelaran nonton bareng tidak memungut biaya kepada para penonton atau pengunjung, serta tidak beriklan atau menerima sponsor dari pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan (harus non-Komersil). Antusiasme masyarakat Indonesia untuk menonton tim kebanggaannya bertanding di semifinal piala Asia akan memberi energi besar bagi Timnas. Namun MNC sebagai pemilik hak siar yang juga telah mengeluarkan dana besar untuk membeli hak siar harus dihormati. Hal tersebut tentu berkaitan dengan ketentuan kontrak yang dimiliki MNC. MNC juga berjuang agar rakyat Indonesia dapat menonton dengan menggelontorkan dana besar untuk membeli hak siar. MNC hanya tidak mau ada pihak yang memanfaatkan kegiatan bertajuk nonton bareng menjadi ajang bisnis dengan mengutip uang untuk acara nobar atau melibatkan sponsor dalam kegiatan nobar. MNC tentu ingin semua pihak bertindak fair, adil, dan terbuka. Semua pemilik hak siar juga pasti melakukan hal yang sama di semua negara. Kecuali negara (pemerintah) yang membeli hak siar, maka wajib ditayangkan secara gratis. <strong>Bangsa Yang Reaktif</strong> Meski telah mendapat penjelasan dari pimpinan MNC terkait “izin nobar non komersil”, masyarakat masih terus menyampaikan protes. Akibatnya sejumlah Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah berencana akan menggelar acara nobar. Sejumlah kepala daerah yang berencana maju di Pilkada serentak 2024, tiba-tiba muncul bak pahlawan kesiangan menggelar nobar. Sejumlah flyer bertebaran di media sosial terkait “kampanye sebagai kepala daerah yang baik dan peduli” bertajuk nobar. Ada mobilisasi massa yang dilakukan sejumlah pemda, menugaskan camat, lurah, hingga kepling, ormas, OKP, ormawa demi meriahnya nonton bareng. Sejumlah walikota “tiba-tiba suka bola” demi citra jelang pilkada. Sejumlah ruas jalan di berbagai kota, akan ditutup karena walikota ikut nobar. Fasilitasi nobar oleh pemerintah kota akan berkonsekuensi biaya. Biaya sewa tenda, kursi, pengeras suara dan sound system, jasa para pengisi acara. Lalu siapa yang akan bertanggung jawab. Apakah biayanya diambil dari APBD atau dari uang operasional kepala daerah? Hal tersebut perlu diawasi oleh semua pihak agar nobar tetap menjadi nobar untuk rakyat, bukan pencitraan “peduli rakyat” jelang pilkada serentak.<strong>(***)</strong> <strong>Penulis adalah Fungsionaris PDIP</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/TL8AKM-76IQ?si=-MkgQPIfZtVwjTeS
Discussion about this post