Namun, katanya, ia mendapatkan informasi bahwa kenaikan tarif sudah berdasarkan persetujuan dari Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) dan organisasi lainnya.
“Mereka hanya info ke customer tarif lama dan baru, kalau begini customer bisa hengkang,” Maman menambahkan.
Ditempat terpisah, Ketua Masyarakat Transportasi Banten (MTB), Ues Abu Bakar menilai kenaikan tarif pelabuhan tidak sejalan dengan upaya pemerintah untuk menekan biaya logistik dari 23,5 persen menjadi 17 persen pada 2024.
Selain itu, pengenaan tarif baru untuk biaya penumpukan (storage) dan biaya sandar dermaga tersebut dipandang kontraproduktif terhadap program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dilakukan pemerintah.
“Padahal dukungan berupa stimulus dan insentif yang digelontorkan pemerintah melalui program PEN telah banyak membebani keuangan negara,” kata Ues.
Menurutnya, kenaikan tarif di pelabuhan juga akan berdampak luas ke berbagai sektor usaha yang terkait. Hal ini dikarenakan posisi pelabuhan sebagai lini penghubung kegiatan produksi dan perniagaan.
Perubahan skema tarif di pelabuhan, dengan demikian tidak hanya berdampak pada sektor logistik, tapi juga pada sektor industri, kegiatan ekspor-impor hingga konsumen.
“Kenaikan sejumlah pos tarif ini akan berdampak langsung pada peningkatan biaya logistik. Dan selanjutnya merambah dampaknya pada peningkatan biaya bahan baku industri, peningkatan harga jual barang jadi, dan penurunan daya saing industri nasional secara umum,” beber Ues.
Momentum kenaikan tarif kali ini kurang tepat. Pasalnya, kondisi perekonomian masih negatif akibat pandemi covid-19 dan baru saja melewati Hari Raya Idulfitri.
Discussion about this post