Oleh karena itu, kebijakan THR tidak bisa diandalkan dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi apalagi menciptakan kesejahteraan pada masyarakat. Maka pemerintah punya kewajiban memastikan bahwa seluruh kebutuhan rakyat terpenuhi meskipun tidak memiliki jaminan dan THR.
Akar masalah dari persoalan mendasar dari polemik THR, adalah dari kebijakan pemerintah yang berdiri di atas pijakan sistem ekonomi kapitalisme. Selain itu, sistem ekonomi kapitalisme yang berasaskan sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) hanya memosisikan manusia sebagai faktor produksi.
Menurut sistem ini, manusia tidak lebih berharga dari faktor produksi lain, seperti tanah, modal, dan SDA. Agar satu perusahaan bisa menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya, biaya produksi harus diminimalkan.
Biaya produksi yang sangat mudah untuk ditekan adalah upah. Lahirlah konsep upah besi dalam sistem kapitalisme sebagai perhitungan terbaiknya. Yang tentu saja bukan terbaik bagi pekerja, melainkan bagi produksi. Walhasil, upah akan selalu bertengger pada batas minimum (UMP). Jika upah terlalu tinggi, dapat menurunkan keuntungan.
Begitu pun jika upah terlalu rendah, akan menurunkan produktivitas sebab buruh tidak optimal bekerja. Sistem ekonomi kapitalisme juga memosisikan penguasa sebagai regulator saja. Negara tidak memiliki fungsi menjamin kesejahteraan masyarakat. Seluruh kebutuhan masyarakat diserahkan pada swasta. Jika sudah diurus swasta, orientasinya pastilah profit. Inilah yang menyebabkan ketimpangan makin tinggi.
Oleh karenanya, THR hanyalah solusi tambal sulam sistem kapitalisme dalam menyelesaikan masalah yang sebenarnya dibuat sendiri olehnya. Dengan demikian, menyelesaikan masalah kesejahteraan tidak bisa menggunakan sistem ekonomi kapitalisme. Negara harus membuangnya karena telah terbukti kuat menjadi permasalahan negeri ini.
Discussion about this post