PENASULTRA.ID, PAPUA – Rencana pemekaran wilayah di Papua Selatan dilakukan atas masukan dari daerah-daerah, kabupaten, sampai dewan adat setempat.
Warga setempat mengatakan rata-rata mereka membutuhkan akses yang lebih mudah terhadap pelayanan pemerintah. Demikian yang diutarakan Thomas Eppe Safanpo, Wakil Bupati Asmat, Papua dalam Webinar yang diselenggarakan oleh Departemen Gugus Tugas Papua Pengurus Pusat Pemuda Katolik, Selasa, 22 Februari 2022.
“Luasnya wilayah dan lemahnya koordinasi di Papua membuat kontrol pemerintah sangat lemah. Tidak mungkin satu wilayah yang luasnya hampir sama satu negara menjadi tanggung jawab gubernur atau bupati saja,” jelas Wabup Safanpo.
Wabup Safanpo yang juga sebagai Ketua Tim Pemekaran Papua Selatan menyebutkan, selama 20 tahun otonomi khusus sudah lebih dari Rp 97 triliun untuk pembangunan di Papua, tetapi nyaris tidak berdampak. Hal ini karena luasnya wilayah Papua dengan geografis yang sulit.
“Wajar kalau daerah-daerah menuntut adanya pemekaran sebagai solusi ketidak efisien dan keterlambatan di Papua,” katanya.
Pastor Alexandro Rangga, OFM selaku Sekretariat Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan Fransiskan Papua (SKPKC) ikut menegaskan. Kata dia, Daerah Otonom Baru (DOB) itu terlalu tergesa-gesa jika dilakukan tanpa menyelesaikan akar masalah yang ada di Papua. Karena itu Pastor Rangga mempertanyakan kemendesakan pemerintah untuk segera dilakukan DOB di Papua.
“Menurut pengalaman saya, syarat DOB adalah mendapat izin dari Majelis Rakyat Papua (MRP) dan DPR. Seperti ada unsur pemaksaan sebab banyak sekali persoalan yang belum selesai di Papua,” tegasnya.
BI Sebut Harga LPG Non Subsidi Dorong Inflasi di Sultra https://t.co/R9edxvQsY0
— Penasultra.id (@penasultra_id) February 24, 2022
Discussion about this post