Menurut pemerintah Republik Islam Iran, demonstrasi besar-besaran yang terjadi setelah kematian Mahsa Amini merupakan rekayasa pihak-pihak anti Iran yang menunggangi kematian perempuan berdarah Kurdistan itu untuk membuat kerusuhan di Iran.
Mereka menuduh Iran melakukan penganiayaan terhadap Mahsa Amini. Padahal berdasarkan hasil pemeriksaan forensik pada kepala perempuan tersebut tidak terdapat tanda penganiayaan.
“Pada tanggal 7 Oktober 2022, Organisasi Kedokteran Forensik Iran menjelaskan, kematian Mahsa Amini bukan disebabkan oleh pukulan di kepala atau organ vital dan anggota tubuh melainkan almarhumah Mahsa Amini meninggal dunia akibat hipoksia serebral, gangguan irama jantung mendadak, penurunan tekanan darah dan kehilangan kesadaran, serta kekurangan oksigen ke otak,” kata Azad.
Menurut Azad, Republik Islam Iran menerapkan transparansi dan keadilan sebagai pendekatan utama dalam menangani kasus Mahsa Amini.
Tetapi negara-negara Barat dan rezim zionis Israel yang telah mengalami kegagalan yang memalukan dalam menghadapi Iran sejak kemenangan Revolusi Islam, kata dia, berusaha mengimbanginya dengan melakukan berbagai cara.
“Kali ini melalui kampanye hitam oleh berbagai media main stream dan robot-robot media sosial, mencoba menciptakan kerusuhan dan kekacauan di Iran,” tuturnya.
Kerusuhan baru-baru ini di Iran dengan memanfaatkan dalih kematian Mahsa Amini untuk mencampuri urusan dalam negeri Iran dan memicu lebih banyak kerusuhan.
Discussion about this post