Selain itu, standar pemuda inspiratif dalam tatanan sistem saat ini, tidak lepas dari orientasi materi. Di mana pemuda yang memberikan inspirasi adalah pemuda yang produktif, memiliki penghasilan yang wow, dan segala hal yang membuat kagum kebanyakan orang dari sisi materi.
Padahal pemuda yang memberikan kontribusi dan menginspirasi tidak hanya cukup dilihat dari tolok ukur materi yang dihasilkan. Namun lebih dari itu, mampu menjadi agen perubahan bagi peradaban bangsa ke arah yang lebih baik dari segala sisi.
Tak hanya itu, pemberian label/stigma yang menempel seolah hanya menjadi simbolis semata tanpa ada aksi nyata yang mampu menjadi penggerak perubahan di masyarakat.
Padahal sejatinya pemuda adalah generasi yang nantinya menjadi pengganti untuk mengisi tatanan kehidupan negara selanjutnya. Nasib bangsa sedang dipertaruhkan, ketika tongkat estafet perubahan diberikan kepada generasi yang bermental lemah, membebek, sekedar terkenal namun minim perjuangan.
Sementara itu, dalam Islam, pemuda adalah aset bangsa yang harusnya dikembalikan lagi menjadi agen perubahan, penggerak perjuangan di masyarakat yang memiliki mental baja, mampu memberikan warna kebangkitan di tengah-tengah umat.
Sebagaimana banyak kisah pemuda-pemuda muslim yang menjadi ujung tombak perjuangan Islam, hingga Islam menjadi adidaya selama hampir 13 Abad.
Sebut saja Muhammad Al-Fatih, dilahirkan pada 27 Rajab 835 H/30 Maret 1432 M di Kota Erdine, ibu kota Daulah Utsmaniyah saat itu. Pemuda pilihan yang telah mewakafkan jiwa dan raganya demi Islam. Saat berusia 14 tahun, Muhammad Al-Fatih sudah mampu hafal Al-Qur’an dan menguasai 6 bahasa dunia.
Discussion about this post