PENASULTRA.ID, JAKARTA – Sebuah utas yang diunggah akun @adekistrifal di media sosial Twitter mengenai anak buah kapal Warga Negara Indonesia (ABK WNI) yang ditahan Polisi Laut China mendadak viral.
Utas diunggah oleh anak dari salah satu ABK WNI itu tak ayal mendapat tanggapan dari ratusan warganet dan telah disebarkan serta disukai puluhan ribu pengguna Twitter. Dari unggahan si anak tersebut beberapa media nasional juga ramai memberitakannya. Sehingga pihak pemerintah melalui Direktur Perlindungan WNI Kemenlu Judha Nugraha memberi penjelasan kepada media terkait kasus yang menimpa 4 ABK WNI itu.
Peristiwa yang menimpa 4 ABK WNI ini juga mendapat tanggapan Pengamat Maritim yang juga pendiri dari Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI) Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa.
Dalam keterangan persnya, dia merasa prihatin dengan yang dialami ABK tersebut. Namun dia juga menyayangkan tindakan mereka, sehingga harus berurusan dengan hukum di negara lain.
“Terus terang saya merasa prihatin dengan apa yang terjadi pada empat ABK WNI tersebut. Tapi saya juga menyayangkan dengan kegiatan yang mereka lakukan. Sehingga mereka harus berurusan dengan aparat hukum di negara lain,” kata Capt Hakeng dalam keterangan persnya belum lama ini.
Berdasarkan penjelasan dari pihak Kemenlu melalui Direktur Perlindungan WNI Kemenlu Judha Nugraha, mereka ditangkap karena telah menyelundupkan bahan bakar bensin ke wilayah Wenzhou, RRT. Bahkan Pengadilan Rakyat Tingkat Menengah Kota Wenzhou mengungkapkan 4 ABK WNI tersebut tercatat pernah melakukan penyelundupan barang ke China sebanyak 22 kali sejak 2015 silam.
“Dari penjelasan itu saya sangat menyayangkan dengan tindakan 4 ABK WNI yakni melakukan penyelundupan BBM. Apalagi tindakannya sampai berulang 22 kali. Posisi ABK WNI jelas salah. Tindakan itu tidak hanya berdampak bagi mereka, tapi bisa memiliki dampak terhadap citra kurang baik bagi keseluruhan pelaut Indonesia yang bekerja di Negara lain, dimana bisa dianggap pelaut dari Negara Indonesia tidak patuh pada aturan yang berlaku di negara lain,” katanya.
Seharusnya para ABK WNI dalam hal ini terutama nakhoda kapal memahami bahwa mereka terikat oleh aturan-aturan Negara tempat kapal mereka beroperasi.
“Saya ambil contoh peraturan di Indonesia yaitu Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Dalam Pasal 40 ayat (1) menjelaskan bahwa perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan/ atau barang yang diangkutnya. Sebagai wakil perusahaan maka sudah seharusnya nakhoda juga bertanggung jawab terhadap barang-barang dan muatan yang ada di kapalnya, termasuk bahan bakar untuk operasional kapal,” jelas Capt. Hakeng.
Selain itu dalam Pasal 40 ayat (2) UU No.17 Tahun 2008, menjelaskan pula bahwa perusahaan pelayaran sebagai pengangkut memiliki tanggung jawab penuh terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan mulai dari barang itu diterima sampai diserahkan kembali kepada pemilik barang.
Namun, kata Capt. Hakeng lagi, dalam beberapa kasus, terjadi penyalahgunaan wewenang oleh nakhoda. Nakhoda sebagai wakil pengusaha kapal yang seharusnya menjaga semua aset perusahaan dan pemilik muatan, malah terkadang mengabaikan tanggung jawab tersebut. Hal ini patut disayangkan.
Discussion about this post