Oleh: Fitri Suryani, S. Pd
Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku tuk pengabdianmu
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa
Itulah lagu singkat terkait guru yang sarat makna, mengingat betapa besar jasa guru dalam membantu mencerdaskan anak didiknya. Guru juga biasa disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Bukan karena tidak berjasa, tapi karena kita tidak mampu membalas jasanya.
Dari itu, pada setiap bulan November bangsa tercinta ini biasa memperingati Hari Guru. Tentu banyak kisah bagaimana perjuangan para guru dalam mengajar dan mendidik siswanya dengan harapan mereka bisa menjadi pribadi yang lebih baik dan sukses di masa yang akan datang.
Hari Guru pun adalah hari untuk menunjukkan penghargaan terhadap guru. Hari Guru Nasional pun diperingati bersama hari ulang tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Hari itu ditetapkan Presiden Soeharto pada tanggal 25 November 1994, dengan sebuah Keputusan Presiden, yaitu Kepres Nomor 78 tahun 1994 tentang Hari Guru Nasional (Wikipedia).
Namun di balik peringatan hari guru tersebut, tidak sedikit cerita duka yang tak jarang di hadapi oleh para guru tersebut. Sebagaimana guru SMAN 7 Rejang Lebong, Zaharman mengalami kebutaan setelah di ketapel orang tua murid pada Selasa, 1 Agustus 2023 lalu.
Kejadian ini bermula saat guru olahraga tersebut mendapati siswanya merokok di kantin sekolah. Zaharman kemudian menegur dan memberikan hukuman.
Setelah menerima hukuman, seorang siswa berinisial PDM kemudian pulang ke rumah dan mengadu kepada orang tuanya. Orang tua murid itu kemudian terpancing emosi dan pergi ke sekolah. Perdebatan antara Zaharman dan orang tua murid ini tak bisa terhindari, hingga terlepas ketapel yang tepat mengarah ke bola mata kanan guru tersebut.
Pun belum lama ini viral kasus guru honorer SDN 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Supriyani dilaporkan orang tua murid atas tuduhan penganiayaan pada April 2024. Dari keterangan orang tua murid yang merupakan anggota polisi, Aipda Wibowo, laporan ini ia ajukan setelah melihat ada luka memar di paha anaknya.
Kasus ini mencapai titik baru pada 16 Oktober 2024, ketika ibu guru Supriyani resmi ditahan oleh Kejaksaan Negeri Konawe Selatan dan ditempatkan di Lapas Perempuan Kendari (Viva, 01-11-2024).
Kedua kasus tersebut merupakan secuil fakta, bagaimana perlakukan orang tua siswa kepada guru yang sungguh tak sepantasnya melakukan hal tersebut. Kasus tersebut pun tak menutup kemungkinan jumlahnya lebih banyak lagi, namun tak terekspose oleh media.
Sungguh amanah menjadi seorang guru bukanlah perkara yang mudah. Di pundak mereka diharapkan dapat membantu tugas orang tua dalam membentuk anak didik yang tak hanya pandai secara akademis, tapi lebih dari itu mempunyai budi pekerti yang luhur. Harapannya agar generasi yang akan datang bisa lebih baik lagi.
Peran guru dalam sistem saat ini pun menghadapi dilema dalam mendidik siswanya. Pasalnya beberapa upaya dalam mendidik siswanya tak jarang disalah artikan sebagai tindak kekerasan terhadap anak. Hal ini terjadi karena ada Undang-Undang perlindungan anak, sehingga guru rentan dikriminalisasi.
Jika begitu, guru akan makin dilema menghadapi anak didiknya. Sebab, ingin mendisiplinkan, tapi khawatir dipolisikan oleh orang tua siswa atau perlakuan buruk lainnya. Kalau sudah begitu anak didik akan makin menjadi-jadi kelakuan buruknya dan guru makin minim bahkan tak ada lagi muruah di hadapan siswanya. Karena menganggap apapun yang mereka lakukan tak ada sanksi yang akan didapatkan.
Maka tak heran jika ada sebagian orang yang geregetan dengan adanya fakta orang tua siswa yang tidak terima anaknya ditegur oleh gurunya. Hal itu seperti Pernyataan, “jika anaknya tak mau ditegur, silahkan ajar sendiri anaknya, buat sekolah dan buat ijazah sendiri”.
Discussion about this post