<strong>PENASULTRAID, JAKARTA</strong> - Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional (HAN), Perempuan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) menyerukan gerakan restorasi akhlak bangsa mulai dari anak-anak, karena mereka yang akan menggantikan generasi saat ini kelak. Restorasi akhlak atau mengembalikan, memulihkan, memperbaiki dan membangun kembali akhlak yang mulia dalam kehidupan bangsa ini, harus dimulai dari usia anak-anak sehingga kerusakan akhlak bangsa dalam jangka panjang bisa dicegah sedini mungkin. Demikian dikatakan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perempuan ICMI, Welya Safitri, dalam sambutannya pada Seminar Hari Anak Nasional bertema "Pembentukan Karakter Anak yang Berakhlakul Karimah" pada Selasa 23 Juli 2024 di Jakarta. Menurut Welya, restorasi akhlak ini menjadi sangat penting melihat merebaknya fenomena kriminalitas yang sangat massif mulai dari tingkat elit, hingga anak-anak di daerah-daerah miskin. "Kalau dulu kriminalitas hanya dilakukan oleh orang dewasa, pejabat yang korupsi, namun saat ini tindak kejahatan bahkan sudah dilakukan oleh anak di bawah umur. Bahkan, jenis kejahatannya sudah masuk dalam tindak pidana berat seperti pembunuhan anak terhadap orangtua, perundungan anak dan sebagainya," terang Welya. Karena itu, untuk memulihkan kembali hancurnya moralitas bangsa harus dilakukan melalui restorasi akhlak yang dimulai dari dunia pendidikan anak sebagai generasi penerus bangsa kelak. Welya menginginkan agar materi pendidikan moral harus dikembalikan ke sekolah-sekolah dengan menambahkan komponen akhlak khususnya bagi generasi muslim. "Kita merasa ada karakter baik yang hilang, saat pendidikan moral hanya berbasis norma dan etika namun minus akhlak agama. Karena itu, untuk mewujudkan gerakan restorasi moral itu, Perempuan ICMI minta pendidikan moral berbasis akhlak harus segera dimasukan kembali dalam kurikulum," tekan Welya. <strong>Lingkungan Membentuk Akhlak Anak</strong> Wasekjend DPP Perempuan ICMI, Dityaningsih Juliawati mengatakan bahwa lingkungan sangat berpengaruh besar dalam membentuk karakter dan akhlak anak. "Perhatikan lingkungan anak, di mana ia bermain dan bagaimana akhlak teman-temannya, karena itulah faktor yang sangat kuat membentuk watak, karakter dan peran anak," kata Dityaningsih yang juga pimpinan Pondok Ilmu Palapa. Menurutnya, jika orangtua abai terhadap lingkungan anak-anaknya, maka tidak perlu terkejut jika suatu saat akhlaknya akan mengikuti akhlak teman-teman dan lingkungan kesehariannya. Sementara itu, mantan Rektor Universitas Ibnu Khaldun, Dr Burhanuddin mengatakan bahwa penanggung jawab pendidikan akhlak adalah kedua orangtua dan bukan semata diserahkan kepada sekolah atau lembaga pendidikan. "Jangan merasa sudah membayar uang sekolah, lantas orangtua lepas tangan dari tanggung jawab mendidik akhlak anak," kata Burhanuddin. Selain itu juga, karena barometer akhlak berbeda dengan karakter maka sangat tepat gerakan restorasi akhlak tersebut dilakukan oleh umat Islam, mulai dari rumah-rumah. "Apalagi saat ini akan ada Undang-undang yang melarang orangtua memeriksa gawai anak-anaknya dengan alasan privasi, ini bisa jadi bencana akhlak karena orangtua tak bisa mengawasi apa yang dilakukan anak-anaknya di gawai-gawai mereka," kata Burhanuddin seraya berpesan agar pendidikan akhlak harus terus menerus diterapkan di sekolah-sekolah. <strong>Editor: Ridho Achmed</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/4pdlXOUfnb4?si=3YU90aqAyfVPkX0B
Discussion about this post