Oleh: Khafiyah Naflah
Penindakan hukum praktik perjudian, masif dilakukan oleh kepolisian belakangan. Upaya pemberantasan tersebut dilakukan setelah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan agar seluruh kepolisian di semua level dari Mabes, Polda, sampai Polres, melakukan penindakan tegas terhadap praktik qimar.
Jenderal Sigit bahkan menegaskan akan mencopot jabatan Kapolda, Kapolres, maupun pejabat utama di Mabes Polri, yang nekat terlibat, apalagi menjadi beking perjudian (republika.co.id, 21/08/2022).
Praktik perjudian bukanlah masalah yang baru, kasus tersebut nyatanya telah menjadi momok di negeri mayoritas muslim ini. Mati satu tumbuh seribu.
Yah begitulah kiranya, sebab pemerintah bersama jajarannya telah berupaya untuk memberantas kasus perjudian, namun satu diberantas, tumbuh lagi dimana-mana.
Bahkan modusnya pun tak hanya sekadar sambung ayam ataupun judi konvensional, namun saat ini seiring perkembangan teknologi, perjudian pun dilakukan secara online dan dengan mudah dilakukan dimana pun seseorang berada, baik di rumah, kantor, dan lainnya.
Sulitnya pemberantasan kasus perjudian juga tak lepas dari permainan para penegak hukum, dimana ada oknum-oknum nakal yang mengunakan kekuasaan untuk melindungi aktivitas haram tersebut, bahkan diduga ada yang ikut bermain di dalamnya.
Sebagaimana baru-baru beredar kabar di media sosial dengan munculnya konsorsium 303 atau perlindungan judi online yang didalangi oleh mantan Kadiv Propam Irjen Ferdi Sambo yang kini dia telah menjadi tersangka kasus pembunuhan berencana Brigadir J atau Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat.
Kabarnya ada beberapa penegak hukum yang terserat ke dalam kasus konsorsium 303 Sambo tersebut (kompos.co.id). Hal ini mengindikasi jika kasus perjudian begitu terstruktur. Dimana, ada oknum-oknum yang ikut berkontribusi dalam melindungi aktivitas haram tersebut.
Namun hal itu sudah tak aneh, sebab dalam sistem kapitalis demokrasi yang berasas pada sekuler menancapkan pemikiran kepada manusia bahwa standar kebahagiaan adalah materi semata.
Hal ini membuat setiap insan manusia berlomba-lomba untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah, bagaimana pun caranya. Mereka rela mengadaikan kekuasaan demi meraih kebahagian yang fana, walaupun harus menabrak norma agama ataupun peraturan negara.
Ya begitulah kiranya, sistem kapitalisme telah menjauhkan peran agama dari kehidupan manusia. Sehingga, manusia tidak menjadikan standar halal haram dalam setiap tindakannya. Agama hanya dijadikan sebagai ibadah ritual semata, namun dipisahkan keberadaanya dalam mengatur tatanan kehidupan.
Tak hanya itu, sistem ini juga menjauhkan peran negara untuk mendorong setiap individu masyarakat untuk taat dan tunduk kepada Sang Pencipta. Alhasil, masyarakat bertindak dan berbuat sesuai standar apa yang mereka dapat, yakni liberalisme.
Selain itu, virus kapitalisme yang bobrok dan rusak telah merambah ke berbagai tatanan kehidupan manusia, tanpa terkecuali sistem sanksi. Hal ini membuat penguasa dan para penegak hukum tidak mampu memberikan sanksi tegas bagi para pelaku kejahatan termaksud perjudian.
Bahkan, jamak kita ketahui bahwa hukum di negeri ini senantiasa berpihak pada para pengusaha dan penguasa, bukan pada rakyat. Hal ini berbeda jika Islam tegakkan.
Discussion about this post