“Harganya tetap kompetitif dengan harga BBM pada kelasnya,” katanya.
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menegaskan, BBM dengan program campuran antara pertamax dengan bahan bakar nabati (BBN) bioetanol tidak akan mendapatkan subsidi dari pemerintah.
“Kalau bisa jangan sampai inilah (disubsidi). Jadi memang harus upayakan, masak Pertamax disubsidi,” ungkap Arifin.
“Banyak negara lain juga sudah pakai. Cuma saat ini kita ingin memanfaatkan etanol supaya bisa menjadi alternatif untuk bisa mengurangi BBM fosil kita,” tambahnya.
Tantangan Pengembangan Bioetanol
Pengamat Energi Fabby Tumiwa menyambut baik rencana peluncuran BBM jenis baru tersebut. Langkah ini, katanya, bisa menurunkan ketergantungan Indonesia terhadap impor BBM.
“Saya kira itu patut kita apresiasi karena ini adalah upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM dan memperkuat cadangan devisa kita karena impor BBM kita tambah besar. Separuh dari kebutuhan BBM kita diimpor. Dan walaupun gasoline itu konsumsinya jauh lebih besar daripada solar, sehingga kalau bisa disubstitusi lima persen seperti E5 ini tentunya lumayan dari sisi volume,” ungkap Fabby.
Fabby mengatakan inovasi serupa pernah dilakukan di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan campuran etanol hingga 2,5 persen. Pada masa tersebut, implementasinya menemui beberapa kendala sehingga program tersebut tidak lagi dilanjutkan.
“Yang menjadi catatan, masih ada tantangan yang dulu itu ada. Pertama, disparitas harga antara biaya etanol sama harga BBM. Masalahnya masih ada terus sampai hari ini,” jelasnya.
Discussion about this post