“2018 itu ada 1.258 laporan polisi. Kemudian 2019 meningkat menjadi 1.333 laporan polisi. Dan pada tahun 2020 meningkat lagi menjadi 1.794 laporan polisi yang menyangkut pencemaran nama baik,” urainya.
Urutan kedua ditempati ujaran kebencian. Pada tahun 2018 sebanyak 238 laporan polisi, 2019 mencapai 247 laporan polisi dan 223 laporan polisi di tahun 2020.
“Setiap tahun ujaran kebencian menjadi laporan polisi cenderung di atas 200 angkanya,” jelasnya.
Selanjutnya terkait informasi hoaks atau bohong.
“2018 itu 60, 2019 ada 97, dan 2020 menjadi 197 laporan polisi yang menyangkut hoaks,” ujar Rusdi.
Namun begitu, banyaknya tersangka atau barang bukti yang diserahkan ke Kejaksaan tidak bisa dijadikan penilaian keberhasilan kinerja Polri pada era kekinian. Tapi, bagaimana polisi mampu mencegah tindak kejahatan, masyarakat tidak menjadi korban kejahatan dan juga mencegah munculnya pelaku-pelaku kejahatan.
“Ini yang senantiasa Polri ke depankan sisi-sisi pencegahan itu menjadi sesuatu yang dominan di dalam pelaksanaan tugas di lapangan,” terangnya.
Lantas bagaimana polisi menyiasati situasi kekinian ketika pengkajian ataupun revisi UU ITE berjalan, di sisi lain UU ini masih berlaku di masyarakat?
“Polisi tentunya melakukan langkah-langkah disesuaikan dengan harapan masyarakat. Keinginan presiden menjadi pertimbangan yang perlu dipahami oleh Polri,” jelasnya.
Berdasarkan aturan-aturan yang ada dalam internal, jelas Rusdi, dapat dilihat melalui Peraturan Kapolri Nomor 26 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana. Pada Pasal 1 ayat 27 itu di mana satu perkara pidana melalui proses mediasi antara pihak-pihak yang bersengketa pelapor, terlapor, maupun pihak-pihak yang dianggap mampu menyelesaikan suatu masalah.
Kedua bisa dilihat dari Surat Edaran Nomor 2 Februari 2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika dan Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang bersih, sehat, dan produktif. Di mana dalam SE tersebut penyidik berprinsip ultimum remedium dan mengedepankan restorative justice dalam menyelesaikan perkara-perkara hukum yang berhubungan dengan UU ITE itu sendiri.
“Tentunya melihat situasi kekinian, jangka pendek yang bisa dilakukan oleh Polri adalah mediasi jadi salah satu solusi terhadap kegaduhan implementasi daripada UU ITE,” terangnya.
DPRD Muna Temukan Sejumlah Masalah di Proyek Pamsimas Labunti https://t.co/5MEIGpMSOj
— Penasultra.id (@penasultra_id) September 16, 2021
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf berpendapat, jika dilihat dari segi hukum revisi UU ITE tersebut sebenarnya ingin memadukan, menemukan, mengintegrasikan citra hukum dengan keadilan, sebagaimana pernah ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo.
Discussion about this post