<strong>Oleh: Rusdianto Samawa</strong> Data sejak 2015 hingga November 2023 ini, KIA yang beredar di perairan Indonesia ada 2.843 Kapal yang melakukan praktik penangkapan ikan ilegal di perairan Indonesia. Kapal ikan asing (KIA) yang paling banyak ditangkap berasal dari Vietnam. Dari angka tersebut, 81% melanggar batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). KIA telah menjarah sumber daya laut Indonesia. Alhasil, PDRB dan PNBP perikanan menurun 80,22% tahun 2023 ini. KIA tersebut, mayoritas dari Malaysia, Filipina, Thailand, Tiongkok, Timor Leste, Panama dan Vietnam. Selain itu, kapal ikan Indonesia (KII) yang juga melakukan praktik penangkapan ikan ilegal mencapai 60%. Mengapa KIA begitu banyak tersebar di Indonesia? Salah satu penyebabnya proses penanganan kasus pelanggaran tidak ditangani secara profesional dan tegas oleh PPNS Perikanan. Sering bermain mata dengan pemilik KIA. Hal ini pun, direspon dalam bentuk kebijakan yang disebut Penangkapan Ikan Terukur (PIT) sebagai pola menggerus sebaran KIA di Indonesia. Padahal kalau dianalisis secara mendalam, kebijakan PIT itu justru menggelar karpet merah untuk KIA. Karena PIT bentuknya investasi bukan swadaya atau swakarsa para nelayan maupun usaha rakyat (UMKM) berbasis koperasi. PIT murni investasi asing sehingga membuka peluang mobilisasi KIA ke Indonesia. Alur kerjanya dapat dipahami bahwa PMA investasi melalui kerjasama dengan perusahaan dalam negeri (BUMN atau swasta). Kerjasama dalam bentuk penangkapan ikan, terima dan pengiriman (ekspor) ke negara tujuan. Selama ini juga, KKP tidak mau merilis atau membuka ke publik, perusahaan mana saja yang mendapat izin kuota tangkap ikan. Maka berpotensi terjadi konflik yang meluas antara nelayan tradisional dengan KIA. Mestinya, KKP dapat umumkan investasi dari negara mana saja, perusahaan swasta mana saja yang mendapat dana atas kebijakan PIT itu. Karena KKP sendiri paling mengetahui mulai dari awal hingga pelaksanaan kebijakan PIT. Hal itu, supaya kedepan lebih mudah lakukan pengawasan pemanfaatan laut. Jangan hanya mau dikibuli asing Aseng dengan kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT). KKP juga, harus menjelaskan mekanisme pengawasan mulai dari kapal sebelum berangkat (before fishing), pada saat di laut (while fishing) dan setelah ikan hasil tangkapan didaratkan (post landing).(<strong>***)</strong> <strong>Penulis: Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI)</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/Zothsp1EWG8?si=XTPy3fuk5aBNl_mJ
Discussion about this post