“Di Tolihe Sangi-Sangi, kami melihat semangat warga untuk berkembang sangat tinggi, tapi dukungan infrastruktur, akses jalan, serta ketersediaan sarana produksi pertanian masih minim. Ini harus jadi catatan penting agar program transmigrasi tidak hanya berhasil secara sosial, tapi juga berkelanjutan secara ekonomi,” jelasnya.
Sementara itu, Lulu Il Asshafa menegaskan bahwa melalui kegiatan ekspedisi ini, mahasiswa dituntut untuk tidak hanya mengamati, tetapi juga berkontribusi nyata melalui riset, pendampingan, dan edukasi masyarakat.
“Kami belajar banyak dari masyarakat desa-desa eks transmigrasi. Dari mereka, kami tahu bahwa membangun Indonesia tidak cukup dengan teori — tapi harus hadir, mendengar, dan bekerja bersama rakyat,” ungkap Lulu dengan nada penuh semangat.
Podcast yang berlangsung hampir satu jam itu diakhiri dengan refleksi ringan tentang masa depan daerah transmigrasi sebagai basis pertumbuhan ekonomi lokal, terutama di sektor pertanian dan perkebunan.
“Jika diberi dukungan kebijakan yang tepat, daerah seperti Tinanggea dan Andoolo bisa menjadi contoh sukses pembangunan berbasis transmigrasi di Indonesia Timur,” tutur Sipin Putra, disambut tepuk tangan kecil dari pengunjung Warkop Sasli yang ikut menyimak.
Podcast ini menjadi bukti bahwa Warkop Sasli Andoolo bukan sekadar tempat minum kopi, tetapi juga ruang dialog bagi para pemikir muda, akademisi, dan masyarakat untuk membicarakan masa depan Konawe Selatan dengan secangkir kopi, ide besar, dan semangat perubahan.
Laporan: Pyan
Editor: Ridho Achmed
Jangan lewatkan video populer:



Discussion about this post