Oleh: Wa Limi, S.Pd
Seakan tak pernah puas, wakil rakyat negeri ini selalu saja menciptakan polemik. Kali ini terkait tender pengadaan gorden baru untuk rumah dinas anggota DPR RI.
Seperti ramai diberitakan, DPR RI mengalokasikan anggaran sebesar Rp48,7 miliar dari APBN 2022 untuk pengadaan gorden 505 unit rumah dinas DPR RI di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan. Tender pun telah ketuk palu. Ironisnya, tender itu justru dimenangkan oleh perusahaan dengan penawaran harga tertinggi, yakni PT Bertiga Mitra Solusi.
Sebagaimana dilansir suara.com dari laman lpses.dpr.go.id, PT BMS memenangi tender dengan penawaran harga Rp43.577.559.595.23. Penawaran tersebut lebih tinggi dibanding dua perusahaan lain yang ikut dalam tender. Adapun penawaran terendah datang dari PT Sultan Sukses Mandiri, sebesar Rp37.794.795.705.00 (suara.com, 10/05/2022).
Dugaan Kecurangan dan Mark Up yang Merugikan Negara
Menanggapi terpilihnya PT BMS sebagai pemenang meski memberikan penawaran tertinggi, Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai, terdapat kejanggalan dalam keputusan tersebut.
Pasalnya, peneliti Formappi, Lucius Karus mengungkapkan, di laman resmi perusahaan tercantum bahwa PT BSM bergerak di bidang suplai interior, kontraktor, serta integrator sistem dalam Teknologi Informatika.
Hanya saja, dari 7 proyek yang ditampilkan dalam website, hanya ada satu yang berkaitan dengan interior, yaitu proyek gorden DPR RI. Sehingga, Formappi menyangsikan jika PT BMS benar-benar bergerak di bidang suplai interior.
Terlebih lagi, keterangan kualifikasi di bidang interior pada PT BMS belum tercantum sebelum pengumuman pemenang alias baru tercantum setelah diumumkan sebagai pemenang tender. Ini dinilai sebagai strategi manipulasi publik yang justru semakin menguatkan dugaan adanya setting atau rekayasa (katadata.co.id, 09/05/2022).
Senada, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI), Boyamin Saiman mengungkapkan, jika melihat dari proses tender, ada potensi negara dirugikan sekitar Rp6 miliar. Jumlah tersebut mengacu pada selisi antara harga penawaran terendah dengan harga pemenang tender.
Sementara, Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengingatkan agar KPA (kuasa pengguna anggaran) dan PPK (pejabat pembuat komitmen) pengadaan gorden memastikan proses tender berjalan sesuai prosedur, mengingat proyek pengadaan barang dan jasa kerap menjadi salah satu modus yang rentan terjadi korupsi (liputan6.com, 09/05/2022).
Proyek pengadaan gorden ini juga disinyalir terjadi mark up alias penggelembungan biaya, sebagaimana disampaikan politisi Partai Gerindra, Arif Poyuono, karena harga penawaran gorden terbilang sangat mahal.
Peneliti ICW, Wana Alamsyah mengatakan, dari dana yang dianggarkan DPR sebesar Rp48,7 miliar untuk 505 unit rumah, biaya gorden satu unit rumah diperkirakan seharga Rp80-90 juta. Sungguh fantastis, bukan?
Merindukan Pejabat dan Wakil Rakyat yang Amanah
Sungguh tak terbantahkan, masih ada pejabat dan elite dewan, seakan telah kehilangan sensitivitas dan empati pada masyarakat.
Discussion about this post