<strong>Oleh: Mariana, S.Sos</strong> Pada era modern saat ini internet dan gadget sesuatu yang tidak dapat lepas dari dunia anak. Akses untuk membuka berbagai aplikasi dan konten pun sangat mudah dilakukan. Tidak dapat dipungkiri bahwa konten pornografi berseliweran dan mengancam mata dan akal generasi, mulai dari link, iklan hingga bacaan digital dan video pun tidak luput membanjiri gawai anak. Padahal usia anak yang masih belasan atau masih sangat muda belum mampu secara emosional untuk menahan gejolak naluriah yang secara fitrah boleh jadi hadir ketika menonton atau melihat hal tersebut, begitupun secara akal masih labil sehingga belum mampu untuk memahami konsep benar dan salah, apa yang dilihatnya bisa menjadi tuntunan untuk berbuat. Dampak yang lebih mengerikan dari pornografi ini adalah kerusakan pada otak manusia sebab saat melihat konten yang mengandung unsur pornografi, maka otak akan dibanjiri oleh hormon dopamin. Saat jumlah dopamin terlalu tinggi pada otak, maka seseorang akan kesulitan untuk membedakan hal yang baik dan buruk. Selain itu, pecandu juga sulit untuk mengambil keputusan, memiliki percaya diri yang rendah, hingga daya kreativitas yang menurun. <strong>Pornografi Merusak Otak Anak</strong> Sebab bagian otak yang diserang saat anak kecanduan pornografi adalah Prefrontal Korteks (PFC). Di mana bagian otak ini berfungsi sebagai pusat pengendali emosi, konsentrasi, pembeda antara baik dan buruk, pengendalian diri, berpikir kritis, membentuk kepribadian dan perilaku sosial. Terlalu sering menyaksikan pornografi meningkatkan risiko penyusutan jaringan otak sehingga memicu kerusakan permanen pada otak. Selain itu Konten pornografi juga dapat menyebabkan gangguan emosi pada anak. Seorang anak yang mengalami adiksi pornografi akan memiliki keinginan untuk terus menerus menyaksikan atau menikmati berbagai hal yang berbau pornografi. Mulai dari video, gambar, cerita, percakapan, hingga gerak tubuh. Jika keinginan ini tidak dapat terpenuhi dengan baik, maka pecandu berisiko mengalami emosi yang tidak stabil. Misalnya seperti marah, tersinggung, hingga perubahan suasana hati. Pecandu pornografi juga kerap mengalami gangguan cemas akibat perbuatannya saat banyak orang mengetahui kebiasaannya, termasuk orang tua. Sehingga banyak anak yang cenderung berperilaku defensif bahkan melukai diri sendiri. <strong>Menurunkan Kemampuan Bersosialisasi</strong> Anak-anak yang gemar menyaksikan konten pornografi juga berisiko mengalami kesulitan dan penurunan kemampuan bersosialisasi. Selain itu, anak juga akan menganggap normal setiap kekerasan dalam hubungan, baik secara fisik maupun seksual. Kecanduan pornografi juga meningkatkan risiko kegiatan seksual sebelum menikah. Kurangnya edukasi seksual membuat kasus pernikahan dini, hamil di luar nikah, hingga penyebaran penyakit menular seksual menjadi cukup tinggi. <strong>Sekularisme Liberal Akar Persoalan</strong> Semakin suram perilaku generasi karena liberalisme, gaya hidup bebas tanpa memikirkan resiko, berbuat tanpa memikirkan dampak dari tindakannya apalagi remaja yang labil mudah terpengaruh dan cenderung ingin mencoba. Sehingga berbuat sesukanya tidak peduli itu baik atau buruk asalkan mendatangkan kesenangan, tidak peduli dengan kehidupan akhirat. Padahal potensi remaja seharusnya dipergunakan untuk belajar, menuntut ilmu, mengasah potensi, mengejar cita-cita hingga membina diri menjadi pribadi yang cerdas dan taqwa. Anak-anak kehilangan masa kecil yang bahagia dan belajar dengan tenang karena waktu produktif mereka telah direnggut dengan hadirnya digitalisasi melalui android dan internet sehingga memungkinkan mengakses berbagai hal termasuk konten porno. Perlu disadari bahwa digitalisasi termasuk internet memiliki dua sisi yakni baik dan buruk. Jika tidak ada filter yang baik maka dipastikan sisi buruk dari digitalisasi ini menjadi sesuatu yang diburu karena banyak peminatnya. Dampaknya tentu bukan sesuatu yang dianggap remeh, pornografi telah menciptakan sisi kelam dalam peradaban manusia, menjadikan manusia haus akan pelampiasan yang berujung pada pergaulan bebas yang semakin meningkat, aborsi merajalela, perzinahan yang tidak terkendali, rudapaksa semakin menjadi-jadi. Sampai pada level dimana kejahatan dan kemaksiatan itu dianggap sebagai kesenangan yang membanggakan. Padahal seyogyanya anak fitrahnya dalam kebaikan, yang membuat moralitasnya lenyap dan diganti dengan nafsu yang menggurita tidak lain adalah serangan pemikiran liberal yang massif terjadi. Liberalisme buah dari sekularisme telah menihilkan peranan agama dalam kehidupan. Manusia berbuat berdasarkan standarisasi materi serta kesenangan yang bersumber dari hawa nafsu, akibatnya banyak diantara manusia menjadi monster bagi manusia lainnya. <strong>Generasi Visioner</strong> Betul bahwa generasi digital memiliki kualitas dan kemampuan memahami teknologi dengan cepat, hanya saja itu tidak di barengi dengan peningkatan kualitas moral. Secara akademik prestasinya cenderung menonjol, hanya saja mental illness, kecanduan pornografi, narkoba, pergaulan bebas adalah problematika yang sulit terurai. Mental kapitalisme dan materialisme hanya menjadikan generasi sibuk menata keuangan dan kesenangannya tapi lupa merawat mentalnya yang keropos karena terus-menerus melihat ataupun mendengar konten-konten yang merusak akal. Padahal sudah sepatutnya era digital menjadikan generasinya visioner pandangan luas ke depan, memiliki jiwa kepemimpinan yang tangguh, kreatif serta inovatif tapi juga menjunjung tinggi moralitas. Itu hanya dapat dicapai dengan hadirnya pendidikan yang dapat memperkokoh pola pikir dan pola sikap generasi. Begitupun media harus mampu menampilkan konten yang edukatif, terlebih lagi aturan yang diterapkan negara harus mampu mendukung generasi melek teknologi yang berdaya saing global serta punya pendirian dan prinsip hidup sesuai dengan nilai keluhuran. Itu semua hanya bisa terjadi jika pilar utamanya yakni sistem kenegaraan dibangun berdasarkan aturan dari yang menciptakan manusia. Sebab aturan itulah yang akan mencegah dan menumpas segala kemaksiatan sekaligus menjadi rahmat yang akan melahirkan individu yang bertaqwa yang paham akan tujuan hidupnya serta mampu membentengi dirinya dengan semangat keimanan. Disamping itu kontrol masyarakat yang kuat akan membentuk pola penjagaan secara intensif sehingga segala bentuk kemaksiatan akan dapat dicegah. Semuanya adalah sesuatu yang diharapkan dapat terwujud. Oleh sebab itu, upaya menyelamatkan generasi dari kehancuran akibat konten pornografi menjadi hal yang urgen yang perlu diperhatikan semua pihak. Kontrol dari keluarga dalam penggunaan gawai serta akses internet menjadi perhatian yang harus dilakukan untuk meminimalisir dampak buruk dari penggunaannya. Sekolah juga melakukan edukasi dan sosialisasi terkait penggunaan gadget dan internet yang sehat dan aman, peranan negara tentu sangat dibutuhkan dalam mengatur akses internet termasuk pelarangan terhadap konten-konten yang dapat merusak mental dan moral generasi. Kalau memang ada keinginan untuk menjadikan peradaban negeri ini maju, tentu harus menjaga akal generasi muda, sebab kewarasan itu penting dalam memajukan negeri ini. Mental yang rusak dan moralitas yang hancur justru akan menenggelamkan pada derajat yang paling rendah. Setidaknya masih ada harapan mengingat generasi kita saat ini perlu dijaga agar apa yang diimpikan yakni generasi emas dapat terwujud. Wallahu a’lam.<strong>(***)</strong> <strong>Penulis adalah Guru dari Kabupaten Kolaka</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://www.youtube.com/watch?v=e7aw-TKyn0k
Discussion about this post