“Saat ini, Indonesia mampu meningkatkan produksi nikel dari 100 ribu ton menjadi 1 juta ton hanya dalam kurun waktu 6 tahun. Signifikasi angka tersebut perlu menjadi catatan. Kita perlu fokus untuk mengembangkan potensi nikel Indonesia, terutama di daerah Sulawesi, Maluku, dan Papua,” beber Dr. Ing Zulfiadi Zulhan dalam pemaparannya.
Hal senada juga dikemukakan Dr. Ir Muhammad Hanafi. Dalam materi yang dibawakannya, Hanafi menjelaskan masih banyak yang belum paham soal hilirisasi pertambangan. Sehingga perlu intens dilakukan edukasi kepada masyarakat.
“Walaupun ada istilah jika pertambangan adalah peradaban, permasalahan hilirisasi tambang masih saja dipicu dari ketidaktahuan mengenai teknik pertambangan dan metalurgi. Ini yg perlu kita semua minimalisir melalui edukasi berkelanjutan,” kata Hanafi.
“Tantangan hilirisasi ke depan muncul dari kompleksitas pembangunan pabrik dan net zero emission. Kondisi ini membutuhkan komitmen kuat dan harmonisasi multi disiplin ilmu. Disinilah peran besar para ahli metalurgi dan pertambangan dibutuhkan sebagai “duta besar” industri nikel. Mereka adalah human capital untuk menghadapi serangkaian tantangan hilirisasi tambang,” tambahnya.
Sementara itu, Senior Strategic Communication PT GKP, Indi Aulia Rahman berharap kolaborasi dalam kegiatan seperti ini dapat terus berjalan untuk memberikan pengetahuan dan edukasi terkait pertambangan.
Discussion about this post