PENASULTRAID, JAKARTA – Ramainya peredaran pamflet yang menyeret nama Gubernur Sulawesi Tenggara berinisial ASR dalam isu pertambangan di Pulau Kabaena mendapat tanggapan dari Visioner Indonesia.
Organisasi tersebut mengingatkan pentingnya menjaga prinsip negara hukum dan menghindari penghakiman publik sebelum adanya keputusan hukum yang sah.
Sekretaris Jenderal Visioner Indonesia, Akril Abdillah menyampaikan bahwa setiap persoalan hukum, termasuk yang berkaitan dengan lingkungan dan pertambangan, wajib diselesaikan melalui mekanisme resmi penegakan hukum. Bukan melalui tekanan opini atau framing visual yang berpotensi menyesatkan persepsi publik.
“Indonesia adalah negara hukum. Artinya, penentuan bersalah atau tidaknya seseorang hanya dapat ditetapkan melalui proses peradilan, bukan melalui poster, pamflet, atau asumsi yang beredar di ruang publik,” ujar Akril dalam keterangannya, Senin 15 Desember 2025.
Menurut Akril, publik perlu memahami perbedaan antara penjatuhan sanksi administratif terhadap badan usaha dengan pertanggungjawaban pidana yang melekat pada individu. Dua hal tersebut, kata dia, memiliki dasar hukum, mekanisme, dan konsekuensi yang berbeda.
Akril menilai bahwa penertiban kawasan hutan dan pengenaan denda administratif merupakan instrumen hukum yang sah dalam tata kelola sumber daya alam. Namun, menarik kesimpulan hukum terhadap individu tanpa putusan pengadilan dinilai berpotensi melanggar asas praduga tak bersalah.
Untuk itu, Akril menegaskan bahwa pihaknya tidak menafikan pentingnya perlindungan lingkungan hidup. Justru sebaliknya, Visioner Indonesia mendorong pengelolaan sumber daya alam yang transparan, berkelanjutan, dan berpihak pada kepentingan masyarakat.
“Perjuangan lingkungan adalah agenda penting. Tetapi cara memperjuangkannya juga harus beradab dan konstitusional. Jika tidak, yang rusak bukan hanya lingkungan, tetapi juga sendi demokrasi dan kepercayaan publik terhadap hukum,” tegasnya.

Discussion about this post