Apalagi Menteri KKP dalam sidang RDP Komisi IV mengungkap rencana penyedotan, penghisapan dan ekspor pasir laut tersebut, sebanyak 24 miliar meter kubik. Wow, sesuatu yang sangat fantastis. Tak terbayangkan. Apakah sepanjang ALKI dan pesisir pantai dengan jumlah kubikasi 24 miliar itu bisa jamin tidak merusak ekosistem laut?. Jelas merusak.
PP 26 tahun 2023 menciptakan konflik dan kejahatan terhadap negara. Karena dampaknya dimasa depan bisa lenyapkan pulau-pulau kecil, rusaknya biota bawah laut dan pasti terjadi perubahan ekosistem pesisir.
Oh, negeri maritim yang melimpah. Akankah negeri ini bertahan ditengah kacau balaunya kerakusan. Oh, negeri poros maritim dunia, katanya. Ditengah demografi bertambah, ikan impor, garam impor, rumput laut impor, pasir laut mau diekspor. Nanti apalagi yang mau dijual.
Demografi generasi Y dan Z tidak akan lagi rasakan lezatnya ikan, lobster, kepiting, rajungan, udang, cumi, layur, dan lainnya. Generasi Y dan Z ada kurun waktu 10-30 tahun kedepan akan makan dan mengunyah debu-debu pasir yang meracuni semua sumberdaya kelautan perikanan.
Padahal, sedimentasi terjadi adalah pendangkalan di pesisir pantai. Bukan ditengah laut dalam. Laut di tengah tak kenal sedimentasi, tak butuh dikeruk. Laut sudah alami. Karena atas nama kerakusan, penjarahan dan penghisapan, ramai-ramai membuat drama, pernyataan menyesatkan dan pembodohan publik. Kajian akademik yang disclaimers pun, tetap dikatakan layak kajian.(***)
Penulis: Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI), Menulis dari Pantai Takat Sagele Gugusan Laut Pulau Moyo Sumbawa
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post