Begitupun, teman pergaulan. Dalam sebuah teori yang dikemukakan oleh Edwin Sutherland yang disebut dengan teori asosiasi diferensial mengungkapkan bahwa melalui interaksi dengan orang lain, seseorang mempelajari nilai, sikap, teknik, dan motivasi perilaku kriminal.
Boleh jadi seorang remaja dari latar belakang keluarga yang harmonis tapi karena bergaul dengan teman atau lingkungan pertemanan yang buruk akhirnya menjadi buruk. Apalagi pada seorang remaja yang labil tentu keinginan mencoba sangat besar, maka boleh jadi kejahatan itu berasal dari lingkungan pertemanan.
Upaya Menyelamatkan Remaja, Butuh Dukungan Semua Pihak
Berangkat dari semua problem tadi yang paling mendasar adalah sistem yang dibangun sebab sistemlah yang menentukan corak kepribadian masyarakat yakni pola pikir dan pola sikap yang dibangun oleh masyarakat. Jika sistemnya adalah kapitalisme liberalisme maka jangan heran jika orientasi hidup hanya melulu pada pencapaian materi semata.
Itulah nilai tertingginya, tidak penting halal atau haram dalam mendapatkannya yang penting asas manfaat dan keinginan tercapai. Cara mendapatkannya pun bebas meski itu melanggar aturan agama. Sebab asasnya memang hanya berlandaskan akal dan undang-undang yang diterapkan.
Maka sikap hedonisme, materialisme dan permisivisme yang muncul dalam diri remaja adalah wajar. Perspektif hidup yang dibangun adalah kebebasan yang berlandaskan pada materi atau modal.
Lalu bagaimana mencegahnya? Jika berbicara solusi, ya tentu harus dirombak dan ganti sistem. Jika untuk mencegahnya secara individual maka harus ditanamkan ketakwaan individu, nasehat tentang dosa dan pahala serta konsekuensi dari perbuatan yang dilakukan. Itu tidak boleh sekadar ceramah sesaat tapi harus rutin dan terus menerus karena manusia biasa lupa.
Harus ditanamkan sejak dini. Pembelajaran sejak dini apalagi masa golden age akan menjadikan seorang anak ingat hingga dewasa, dibandingkan ketika mendidik pada waktu mereka sudah remaja. Tentu tantangannya lebih besar, sebab anak telah bersentuhan dengan dunia luar.
Berikutnya, masyarakat harus peka terhadap kemaksiatan. Jangan hanya egosentris dan individualis. Istilahnya yang penting bukan keluarga saya yang lakukan, padahal boleh jadi anak atau saudara kita akhirnya ikut terjerumus jika tidak dicegah.
Inilah budaya amar ma’ruf nahi mungkar, yang namanya kejahatan harus dibicarakan dan dihentikan supaya tidak ada korban yang berjatuhan yang boleh jadi menghancurkan institusi masyarakat itu sendiri. Paling penting penerapan sistem oleh negara, dimana negara harus tegas pada pelaku kejahatan. Jangan buka peluang hanya karena hak asasi manusia.
Selanjutnya negara berfungsi sebagai pengurus dan penjaga rakyatnya; menjaga akal, kehormatan dan darah rakyat, dengan memberikan kesejahteraan, keamanan dan kenyamanan. Karena, rakyat adalah aset masa depan bangsa dan negara terutama lagi para remajanya. Wallahu a’lam.(***)
Penulis adalah Guru Swasta dari Kolaka, Sulawesi Tenggara
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post