Berbagai riset telah dilakukan mengenai dampak yang timbul dari adanya kegiatan penambangan batu gamping ini, yakni (1) dapat menyebabkan pencemaran udara berupa pencemaran partikel debu dan gas karbon monoksida (CO).
(2) dampak penambangan batu kapur tersebut adalah lingkungan menjadi tercemar dan masyarakat mengalami ISPA cukup tinggi yang akan mengganggu aktifitas warga Desa Lasori dan Desa Bungi seperti pencemaran udara, debu-debu bertebaran di kawasan desa akibat beroperasinya pabrik, juga limbah yang mencemari laut.
Dalam Undang-undang nomor: 32 Tahun 2004 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pasal 1 ayat 35 yang berbunyi izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib analisis dampak mengenai lingkungan (AMDAL).
Namun seperti yang telah kita ketahui masih banyak perusahaan tambang yang tidak memperhatikan peraturan-peraturan pemerintah pusat yang berdampak negatif pada warga setempat.
Yang perlu masyarakat ketahui adalah penambangan batu gamping pada awal produksinya tidak memberikan dampak secara langsung, namun seiring berjalannya waktu telah ditemukan berbagai permasalahan, sebagaimana yang terjadi di daerah daerah di Indonesia yang menjadi daerah penambangan batu gamping.
Olehnya itu penulis ingin menjadikan penambangan batu gamping sebagai bahan perhatian serta kajian kita bersama, masyarakat Buton Tengah pada umumnya dan terkhusus Pemerintah Buton Tengah.
Pada kesempatan ini penulis akan memberikan informasi mengenai riset yang telah dilakukan terkait dengan dampak penambangan batu gamping sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Ir. Pramudji Ruswandono, M.Si menyatakan kawasan karst dapat memenuhi kebutuhan air baku bagi 120.000 jiwa.
Karst merupakan lokasi akuifer air yang baik, berpengaruh langsung bagi kehidupan manusia dan lingkungan sekitarnya. Konsep epikarst dikatakan bahwa lapisan batu gamping yang ada didekat permukaan karst memiliki kemampuan menyimpan air dalam kurun waktu yang lama.
Menurut risetnya, kekayaan air bawah tanah pasti akan terancam, karena penambangan yang terus dilakukan.
Selain itu Alexander Klimchouk (2003) dalam penelitiannya ditemukan bahwa zona didekat permukaan karst merupakan zona utama pengisi sistem (hidrologi) karst melalui proses infiltrasi diffuse dan aliran celah (fissure flow). Dari tipe aliran air pada celah vertikal, Chernyshev (1983), memperkirakan bahwa zona epikarst terletak pada kedalaman 30–50 meter di bawah permukaan karst dengan ketebalan bervariasi, biasanya 10-15 meter dari permukaan.
Penambangan di kawasan karst selain merubah perilaku sungai bawah tanah, juga menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan empat instalasi pemanfaatan sungai bawah tanah untuk pemenuhan air baku masyarakat.
Discussion about this post