<strong>PENASULTRA.ID, JAKARTA</strong> - Dewan Pers mengadakan pertemuan dengan Menko Polhukam, Prof. Mahfud MD untuk .mendiskusikan draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di Kantor Kemenkopolhukam Jakarta, Kamis 28 Juli 2022. Mahfud menjelaskan, rencananya, RKUHP ini diberlakukan sebagai hadiah kemerdekaan Republik Indonesia (RI). RKUHP tersebut dulu sudah akan diketok. Namun lantaran ada demo besar, presiden pada 2019 minta pengesahannya ditunda. Saat bertemu Menko Polhukam, Dewan Pers dipimpin Prof Azyumardi Azra. Dalam keterangan tertulisnya kepada Dewan Pers, Mahfud minta catatan reformulasi terhadap pasal-pasal yang dinilai bermasalah. “Sampaikan reformulasi secara konkret sekaligus simulasinya. Besok akan saya sampaikan ke Kemenkumham. Wamenkumham akan kita panggil minggu depan,” kata Mahfud melalui rilis persnya, Minggu 31 Juli 2022. Ia mengatakan, KUHP adalah politik hukum penting, pemerintah berharap secepatnya berlaku saat peringatan kemerdekaan nanti karena KUHP yang berlaku saat ini merupakan produk kolonial. Namun, Dewan Pers bersama masyarakat sipil lainnya melihat ada 14 pasal dan 9 klaster yang potensial melemahkan kebebasan pers. Maka perlu dihapus atau direformulasi. Dimana dalam RKUHP ada sekitar 700-an pasal. “Jika ada usulan 14 pasal, maka jumlah itu tidaklah banyak,” ujar Mahfud. Pihaknya tidak mau menjamin penundaan berlakunya KUHP tersebut. Ia hanya menegaskan, sebelum RKUHP maju ke persidangan harus dibahas secara jelas. Menko Polhukam berjanji akan memanggil Kemenkumham untuk membicarakannya dan akan melibatkan Dewan Pers. Sementara itu, Ketua Dewan Pers, Prof Azra melaporkan, pada 2018 Dewan Pers sudah mengajukan usulan delapan klaster pasal yang dinilai bermasalah. Namun, masukan dari Dewan Pers dan konstituen tidak dimasukkan sama sekali. Dalam draf sekarang ini, malah ada sembilan klaster dari 22 pasal umum yang mengganggu hak berekspresi, 14 di antaranya berkaitan dengan kemerdekaan pers. Dewan Pers juga sudah ketemu dengan konstituen Dewan Pers dan para pemangku kepentingan. Pertemuan dengan Kemkumham yang dipimpin Wamenkumham, Prof Edward (Edi) Omar Sharif Hiariej dan tim perumus sudah dilakukan Dewan Pers pekan lalu. Rumusan reformulasi RKUHP diminta segera oleh Mahfud MD. Dewan Pers bekerja cepat, Pada 28 Juli 2022 telah dilakukan penyusunan reformulasi dengan melibatkan Wakil Ketua Mahkamah Agung, Andi Samsan Nganro, ahli hukum Bivitri Susanti, mantan Ketua YLBHI Asfinawati, Tim LBH Pers dipimpin Ade Wahyudin dan lain-lain. Penolakan terkait pasal-pasal RUU KUHP juga tegas disuarakan oleh SMSI. Ketua Bidang hukum, Arbitrase dan Legislasi SMSI Pusat, Makali Kumar mewakili Ketua Umum SMSI Firdaus dalam pertemuan bersama Dewan Pers beberapa waktu lalu kembali menyuarakan penolakan terhadap pasal-pasal RUU KUHP. Makali dengan tegas menyatakan, banyak pasal-pasal RUU KUHP yang harus ditolak dan dihapus, karena berpotensi untuk menghalangi kebebasan pers di Indonesia. Pasal-pasal RKUHP yang menjadi sorotan SMSI dan juga menjadi bahan diskusi Dewan Pers dalam pertemuan tersebut sekitar 20 pasal, antara lain pasal 188, 218, 219, 220, 240, 241, 246, 248, 263,264 280, 302, 303, 304, 352, 353, 437, 440, 443 dan 447. "Seperti pasal 263 dan 264 RKUHP yang didalamnya ada kata penyiaran dan berita. Frasa ini akan berpotensi menghambat kemerdekaan pers. Kita minta untuk dihapus atau dihilangkan dalam RKUHP, karena hal itu sudah diatur dalam UU no 40 tahun tentang pers," jelas Makali. Bersama rekan perwakilan organisasi konstituen dewan pers lainnya, Makali begitu gigih dalam diskusi itu, untuk menyuarakan kemerdekaan pers di Indonesia. Bahkan Makali juga minta pers dan konstituen Dewan Pers lainnya serta berbagai kalangan pers untuk tetap solid menyuarakan dan memperjuangkan penolakan pasal-pasal tersebut secara maksimal di DPR RI. Jangan sampai, informasi yang menyebutkan pada tanggal 16 Agustus 2022, DPR RI akan bersidang dan menetapkan RKUHP itu, menjadi kenyataan. "Kita jangan kecolongan, kita kawal perjuangan kita, sampai DPR mau mengakomodir perjuangan kita. Sehingga pasal-pasal yang akan merusak kemerdekaan pers di Indonesia sudah hilang di RKUHP," Makali memungkas. <strong>Penulis: Yeni Marinda</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://www.youtube.com/watch?v=oPZj98jH0KQ
Discussion about this post