PENASULTRA.ID, JAKARTA – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyelenggarakan workshop penyelesaian konflik agraria pada aset BMN/BMD, BUMN/BUMD yang dikuasai oleh masyarakat.
Workshop ini merupakan rangkaian kegiatan Road to Reforma Agraria Summit 2024 dalam rangka membentuk sinergi penataan aset dan penataan akses sebagaimana komitmen pemerintah dalam melaksanakan amanat pembaruan agraria yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Workshop yang diselenggarakan secara luring di salah satu hotel ternama di DKI Jakarta beberapa waktu lalu itu dihadiri oleh kementerian/lembaga, BUMN, pemerintah daerah, akademisi, CSO, dan terbuka untuk publik.
Dalam keterangan yang diterima redaksi, Sabtu 1 Juni 2024, Gunawan Eko Movianto, Plh. Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah I Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri berkesempatan menjadi salah satu narasumber dalam workshop tersebut bersama empat narasumber lainnya dari PT Perkebunan Nusantara II; Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, dan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Gunawan menyampaikan konflik agraria merupakan konflik yang terjadi dalam pemanfaatan penataan ruang.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengurus pertanahan namun memiliki keterbatasan keleluasaan.
Melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 900.1.15.5-1317 Tahun 2023, pemerintah daerah dapat mengalokasikan anggaran sesuai dengan nomenklatur yang tercantum dalam Kepmendagri tersebut sebagai upaya penyelesaian konflik dan manajemen pengelolaan aset BMD di daerahnya.
“Penyelesaian konflik BMD antara provinsi dengan kabupaten dapat lebih mudah yaitu melalui tukar menukar pemindahan aset. Sedangkan aset Pemda yang tumpang tindih dengan BUMN, misalnya, aset TNI dengan Pemprov Sumsel. Meski sama-sama plat merah, namun kenyataannya sulit mencapai kesepakatan. Dalam hal ini kami mendorong Pemda agar dapat mengelola BMD mereka menjadi lebih baik,” ujar Gunawan.
Penguasaan tanah oleh masyarakat terjadi salah satunya disebabkan pemilik hak atas tanah tidak menggunakan/memanfaatkan tanahnya secara optimal, tidak menjaga tanda batas hak atas tanahnya dan tidak melaksanakan tugas fungsi sosial.
Discussion about this post