Oleh: Fitri Suryani, S. Pd
Ratusan perusahaan mengantongi izin mengeruk kekayaan alam Sultra. Mulai nikel, aspal, emas, kromit, mangan, batu gamping, dan pasir kuarsa/silika. Duit lancar mengalir ke dalam pundi-pundi pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Kekayaan alam dikeruk namun Sultra dan masyarakatnya belum sejahtera. Bahkan Sultra cenderung miskin sebagai daerah pertambangan.
Indikator Sultra masih kategori miskin, anggaran pembangunan daerah belum optimal dari Dana Bagi Hasil (DBH). Namun masih mengandalkan APBD. Duit APBD pun masih harus dibagi antara belanja pegawai dan belanja publik. Bahkan porsi belanja pegawai masih lebih besar daripada belanja publik. Jika DBH sektor pertambangan itu dioptimalkan maka dapat menjadi sumber pendanaan pembangunan Sultra.
Selain itu, sebagian masyarakat Sultra masih miskin pula. Dari 8 arahan Presiden RI kepada Pemda se-Indonesia, salah satunya adalah menurunkan angka kemiskinan ekstrem (Kendaripos.fajar, 04-01-2024).
Sebagaimana diketahui Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH dialokasikan dengan tujuan untuk memperbaiki keseimbangan vertikal antara pusat dan daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil.
Prinsip penyaluran DBH dalam sistem kapitalisme hari ini adalah dilakukan by origin, yaitu daerah penghasil memperoleh porsi yang lebih besar dibandingkan dengan daerah-daerah bukan penghasil. Selain itu, penyaluran DBH dilakukan berdasarkan prinsip Based on Actual Revenue. Artinya, penyaluran DBH berdasarkan realisasi penerimaan tahun anggaran berjalan (Pasal 23 UU 33/2004).
Sementara dalam Islam sangat teliti mengatur pembagian kepemilikan negara, umum dan individu. Sehingga seluruh ragam kepemilikan umum akan maksimal digunakan untuk membiayai hajat hidup orang banyak, bukan dikuasai oleh individu tertentu atau pengusaha yang berkelindan dengan penguasa.
Dari itu, jika mencermati fakta-fakta yang ada, dapat diketahui jenis kemiskinan di Indonesia adalah kemiskinan struktural, yakni adanya golongan masyarakat tertentu yang tidak dapat mengakses sumber-sumber pendapatan yang sejatinya ada di antara mereka. Akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme dan liberalisme, sumber daya yang melimpah tidak dapat diakses oleh masyarakat.
Pun terjadi privatisasi pada sebagian besar sumber daya yang seharusnya dimiliki oleh rakyat. Privatisasi ini menyebabkan sumber daya yang besar justru mengalir hanya kepada segelintir golongan saja, yakni swasta dalam negeri bahkan kepada asing.
Discussion about this post