<strong>Oleh: Sutrisno Pangaribuan</strong> Barangkali kalau orde baru tidak tumbang, reformasi tidak terjadi, maka tidak akan ada pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung. Kehendak sejarah membuat kita mengenal sosok Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ganjar Pranowo. Wong Solo, Jokowi, pengusaha meubel, kemudian "masuk panggung politik" hingga terpilih menjadi Walikota Solo dua periode. Ganjar Pranowo, Anggota DPR RI "biasa" dua periode, lalu kemudian terpilih menjadi Gubernur Jawa Tengah dua periode, yang kemarin resmi mengakhiri sepuluh (10) tahun masa pelayanannya. Megawati Soekarnoputri (Mega), putri Sang Proklamator menjadi saksi, korban, sekaligus sutradara, dan aktor sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Mega, memikul beban sejarah yang pahit, pernah "tidak dapat melanjutkan kuliah" padahal beliau anak presiden pertama. Namun, Mega tidak pernah dendam, meskipun para elit mengarahkan telunjuk kepadanya dengan berbagai tuduhan. Mega menunjukkan cinta kasih yang tak terbatas kepada bangsa ini, sebagaimana ditunjukkan bapaknya, Putra Sang Fajar. Pengalaman sejarah Mega, membuatnya matang dalam memahami denyut nadi bangsa ini. Mega menunjukkan kemauan dan kemampuan "live in" dengan rakyat. Ekspresi Mega lahir dari pengalaman "menangis dan tertawa bersama rakyat". Pengenalan atas kehendak rakyatlah kemudian yang mendorong Mega secara yakin menandatangani rekomendasi kepada Jokowi dan Ganjar Pranowo, baik sebagai calon kepala daerah, maupun sebagai calon presiden. <strong>Dari Jawa Tengah Untuk Indonesia</strong> Warga Jawa Tengah (termasuk Solo) pun menyambut baik "rekomendasi Mega". Pilkada periode pertama Jokowi sebagai walikota Solo disambut 36,62% suara warga, dan periode kedua 90,09% suara. Ganjar Pranowo disambut 48,82% di periode pertama dan periode kedua 58,78%. Pada Pilpres 2014, Jokowi dipilih 66,65% suara, dan Pilpres 2019 dipilih 77,29% suara di Jawa Tengah. Bahkan kemenangan Jokowi dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2012, dalam dua putaran, tidak terlepas dari peran "Warga Jawa Tengah". Berdasarkan fakta sejarah tersebut, bangsa ini harus berterimakasih kepada Mega dan warga Jawa Tengah. Tanpa direkomendasi Mega, keduanya tidak akan pernah maju dalam pilkada di Jawa Tengah. Tanpa rakyat Jawa Tengah yang bersedia memilih dan memenangkan Jokowi dan Ganjar Pranowo di Pilkada, maka bangsa ini juga tidak akan pernah mengenali keduanya sebagai kepala daerah yang memberi harapan baru. Pilihan Mega dan pilihan warga Jawa Tengah menyatu dalam diri Jokowi dan Ganjar Pranowo, sehingga bangsa ini memiliki kesempatan untuk mendapatkan pemimpin berkualitas. Kedua "Wong Jateng" itu kini telah dan akan menjadi milik Indonesia. Keduanya diterima sebagai pemimpin yang diyakini membuat Indonesia lebih baik, menuju Indonesia maju. Meski sebagai kepala daerah yang jauh dari Jakarta, Ganjar Pranowo memiliki modal dengan elektabilitas tertinggi (versi berbagai lembaga survei) sebagai bakal calon presiden. Dengan modal itu, Ganjar Pranowo diyakini akan memenangi Pilpres 2024. Gerakan rekan juang politik, relawan dan simpatisan akan melengkapi kerja-kerja partai politik yang akan mengusung dan mendukung Ganjar Pranowo. Oleh karena itu, partai politik yang akan mengusung dan mendukung Ganjar Pranowo pun diminta untuk tidak jumawa, sombong, dan angkuh. Sebab Ganjar Pranowo dapat memenangkan Pilpres 2024 jika dan hanya jika parpol dapat bergotong royong dengan rekan juang politik, relawan, simpatisan untuk membujuk dan merebut hati rakyat. <strong>Ganjar Pranowo Jadi Diri Sendiri</strong> Per hari ini, Rabu (6/9/2023), Ganjar Pranowo kembali menjadi warga negara biasa, tanpa jabatan, tanpa ajudan. Maka sebagai warga negara biasa, sekaligus menjadi bacapres, saatnya Ganjar Pranowo memperkenalkan diri bersama ide, konsep, gagasan, dan program politik sebagai bacapres. Meski mengusung tema keberlanjutan dan kesinambungan, Ganjar tidak perlu terus bergantung dan mendompleng nama Jokowi. Sama seperti Jokowi ketika menjadi bacapres tahun 2014, Jokowi diterima, dipilih, dan memenangi Pilpres tidak tergantung dan tidak mendompleng kepada siapapun. Rakyat menginginkan bacapres yang original, yang mampu menunjukkan "perbedaan" dengan bacapres lainnya. Ganjar Pranowo harus lepas dari bayang-bayang siapapun. Ganjar Pranowo harus mengasosiasikan diri "sama dengan mayoritas rakyat", sebagai orang biasa. Sebab kekuatan Ganjar Pranowo ada pada dirinya sebagai orang biasa, bukan darah biru, bukan anak atau menantu Presiden.<strong>(***)</strong> <strong>Penulis adalah Koordinator Nasional Ganjar Republik Indonesia Satu (KorNas GaRIS)</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/ytKn4zakz7Y?si=qClDpLr9rd1hRTCY
Discussion about this post