“Kemudian, persetujuan atau kesepakatan bersama serta komitmen yang kuat dalam penanganan stunting di Sulawesi Tenggara sesuai target dan sasaran sebagaimana yang diharapkan,” ujar Syaifuddin dalam arahannya pada Rakor yang digelar di Ruang Pola Kantor Gubernur Sultra.
Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI), angka prevalensi stunting di Sultra pada 2022 mencapai 27,7%. Lalu pada 2023 naik 2,3% menjadi 30%.
“Data tahun 2023 menjadi 30% naik 2,3% ini menjadi perhatian. Data dari Dinas Kesehatan by name by address dipadukan data BKKBN itu yang potensi stunting. Ini harus kita fokuskan datanya agar tidak tumpang tindih dan benar-benar tepat sasaran. Jangan sampai ada yang wajib kita layani, tetapi terlewatkan. Ternyata sampai saat ini kita belum melihat dan mencermati apa hasil audit para pakar stunting,” beber Syaifuddin.
“Kita semua perlu tahu, apakah teman-teman yang mengalokasikan kegiatan untuk penurunan dan pengentasan stunting ini sudah terkoneksi dengan pemetaan yang telah dilakukan para pakar stunting,” tekannya lagi.
Sementara itu, mewakili Kepala Perwakilan BKKBN Sultra, Muslimin menyampaikan bahwa di Juni ini pemerintah akan melaksanakan pengukuran dan intervensi serentak pencegahan stunting.
Discussion about this post