Luhut dan Bahlil sendiri, tidak mau menjalankan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional mendorong pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan menekan penggunaan sumber energi fosil. Perkembangan teknologi EBT berbanding lurus dengan meningkatnya jumlah permintaan baterai sebagai energi storage.
Investor.id merilis data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menyebutkan bahwa kebutuhan baterai dunia pada 2035 akan capai 5.300 giga watt hour (gWh) atau 5,3 terra watt hour (TWh). Namun, sudah diramal akan menyebabkan gejolak dunia yang mengalami kekurangan pasokan mineral nikel.
Ramalan tersebut diperkuat adanya analisis bahwa harga lithium yang cukup tinggi sementara nilai komersialnya belum sebanding. Hal ini salah satu penghalang investor untuk berinvestasi. Baterai berbasis lithium mengancam keberlanjutan lingkungan karena proses penambangan material dasarnya yang sangat masif di negara penghasil lithium. Setiap ton lithium yang ditambang dari batuan keras menghasilkan 15 ton limbah gas karbondioksida.
Selanjutnya, setiap proses ekstraksi lithium akan menyebabkan lingkungan sekitarnya terkontaminasi limbah yang mengganggu kelangsungan ekosistem. Selain itu baterai ion lithium membutuhkan bahan seperti kobalt, nikel, dan litium, yang langka, mahal, dan harus diekspor dari negara penghasil bahan tersebut sehingga biaya produksinya menjadi sangat mahal.
Mengapa Sodium Ion (Garam) bisa menjadi alternatif? Teknologi baterai sodium ion bukan merupakan teknologi yang baru karena sudah dikenal sejak 1970-an. Akan tetapi pengembangannya tidak sepesat lithium.
Seiring berjalannya waktu teknologi baterai sodium semakin dilirik oleh para peneliti. Hal tersebut dikaitkan dengan posisi ion sodium yang berdekatan dengan ion lithium pada tabel periodik unsur sehingga diyakini para peneliti bahwa kandungan fisika dan kimiawi antara kedua ion tersebut hampir sama.
Baterai sodium mempunyai kelebihan yaitu paling mendominasi keberadaan di bumi. Material sodium 12.000 kali lebih melimpah daripada lithium. Hal ini sangatlah penting bagi dunia yang ingin mengatasi masalah terkait sumber energi berbasis karbon. Kelebihan lainnya yaitu sodium lebih ramah lingkungan dan lebih aman pada suhu tinggi dibandingkan lithium.
Apabila dilihat dari segi harga bahan baku Sodium hidroksida (NaOH) adalah $300-$800 per metrik ton, sedangkan harga Lithium hidroksida (LiOH) $78.000 per metrik ton. Hal tersebut sangatlah untung jika baterai sodium ion dikomersilkan karena bisa menekan harga hingga 1/10 kalinya. Ke depannya, baterai sodium ion akan menjadi alternatif hemat biaya yang berkelanjutan dibandingkan dengan baterai lithium ion.
Jadi para petani garam, pilih Anies pada pilpres 2024 karena masa depan garam Indonesia ada pada pasangan AMIN. Sementara, nikel Indonesia selama ini dirampok China.(***)
Penulis: Ketua Gema Pelaut AMIN
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post