Selain pisang, penelitian juga dilakukan terhadap tumpang sari kelapa sawit dengan semangka. Berbeda dengan pisang yang membutuhkan waktu panen 12 bulan, semangka bisa dipanen dalam waktu 65 hari setelah tanam, sehingga memberikan alternatif pendapatan yang lebih cepat bagi petani.
Di Bengkulu, sekitar 150 hektare lahan sawit telah dimanfaatkan untuk budidaya semangka. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada dampak negatif terhadap produksi kelapa sawit.
Bahkan, beberapa petani lebih menyukai semangka karena dapat segera menghasilkan keuntungan dalam waktu singkat.
“Kami juga menghubungkan petani pemilik lahan sawit dengan petani yang ingin menanam semangka. Kami membantu mereka dalam pendanaan serta akses ke pasar, sehingga ekosistem bisnis ini bisa berkembang dengan baik,” jelas tim peneliti.
Tak hanya itu, petani sawit yang menerapkan tumpang sari dengan semangka tidak perlu mengeluarkan biaya besar, terutama untuk pupuk, karena nutrisi dari tanaman semangka dapat mendukung pertumbuhan sawit secara alami.
Selain pisang dan semangka, penelitian juga menunjukkan bahwa kopi dapat menjadi pilihan tumpang sari di perkebunan sawit untuk jangka panjang. Percobaan telah dilakukan di Kalimantan, di mana kopi ditanam di antara pohon sawit dengan hasil yang cukup menjanjikan.
Namun, salah satu tantangan terbesar dalam penerapan sistem ini adalah minimnya panduan bagi petani. Masih banyak petani sawit yang terbiasa dengan sistem monokultur, sehingga mereka membutuhkan bimbingan yang jelas dalam mengimplementasikan tumpang sari secara efektif.
Discussion about this post