Tak hanya itu, petani sawit yang menerapkan tumpang sari dengan semangka tidak perlu mengeluarkan biaya besar, terutama untuk pupuk, karena nutrisi dari tanaman semangka dapat mendukung pertumbuhan sawit secara alami.
Selain pisang dan semangka, penelitian juga menunjukkan bahwa kopi dapat menjadi pilihan tumpang sari di perkebunan sawit untuk jangka panjang. Percobaan telah dilakukan di Kalimantan, di mana kopi ditanam di antara pohon sawit dengan hasil yang cukup menjanjikan.
Namun, salah satu tantangan terbesar dalam penerapan sistem ini adalah minimnya panduan bagi petani. Masih banyak petani sawit yang terbiasa dengan sistem monokultur, sehingga mereka membutuhkan bimbingan yang jelas dalam mengimplementasikan tumpang sari secara efektif.
“Tumpang sari bisa menjadi solusi untuk meningkatkan kesejahteraan petani sekaligus menjaga keberlanjutan perkebunan sawit. Namun, harus ada skema yang jelas, termasuk dukungan pembiayaan dan jaminan yang memadai bagi petani,” tambah perwakilan tim riset.
Dengan adanya riset ini, diharapkan sistem intercropping dapat diterapkan secara lebih luas dalam perkebunan sawit.
Selain meningkatkan pendapatan petani, sistem ini juga membantu menjaga keseimbangan lingkungan dan mengurangi ketergantungan pada monokultur.
Ke depan, para peneliti mendorong adanya regulasi dan dukungan lebih lanjut dari berbagai pihak agar petani mendapatkan akses yang lebih baik terhadap informasi, pembiayaan, serta pasar untuk produk tumpang sari mereka.
Dengan demikian, sistem ini tidak hanya bermanfaat bagi petani, tetapi juga mendukung keberlanjutan industri kelapa sawit di Indonesia.
Editor: Ridho Achmed
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post