“Pipa yang menghalangi jalan karena terangkat dan tidak ditanam itu saya potong, lalu saya sambung dan saya cor dengan semen. Justru saya keluarkan uang kurang lebih Rp500 ribu untuk pengerjaannya, dan itu saya kerjakan hanya beberapa jam bersama warga lain. Jadi tidak ada pengrusakan apalagi sampe merugikan orang lain,” kata LN pada awak media PENASULTRA.ID, Kamis 7 Oktober 2021.
“Waktu kita kerjakan, air di pipa juga sudah tidak mengalir beberapa hari. Jadi saya manfaatkan untuk benahi pipa yang muncul di atas tanah. Dan memang semua pipa yang dipasang tidak ada yang ditanam,” bebernya lagi.
Hal itu dibenarkan oleh warga lain yang turut membantu LN membenahi posisi pipa. LF (31) salah satunya.
LF yang ditemui di tempat terpisah mengatakan, pipa yang dipasang untuk mengaliri air bersih warga yang diambil dari mata air di lahan LN tak ada yang ditanam dan nampak dipermukaan tanah.
“Saya juga bantu benahi, tidak sampai dua jam kita kerjakan, tidak sampe satu hari,” ucap LF.
LN mengungkapkan, selama mengolah mata air di lahannya, Pemdes Dahiango yang dinahkodai LHY menarik retribusi dari para warga sebesar Rp10 ribu perkubik air yang digunakan. Dan awal pemasangan pipa, setiap warga diwajibkan membayar Rp250 ribu sebagai biaya meteran.
Discussion about this post