Oleh: Yuli Ummu Ihsan
Baru-baru ini, pemerintah melaporkan kasus Covid-19 di Indonesia bertambah 37.492 kasus pada Selasa (8/2). Dengan begitu, total kasusnya menjadi 4.580.093 kasus. Sebanyak 4.202.312 orang di antaranya telah dinyatakan sembuh (91.75%) dan 144.719 orang meninggal dunia (3.16%). Sementara sisanya masih menjalani perawatan. Selain itu, ada 19.992 orang berstatus orang dalam pemantauan (ODP).
Melihat kondisi ini, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengeluarkan surat edaran (SE) terbaru terkait pelaksanaan kegiatan peribadatan di rumah ibadah. Menag meminta rumah ibadah memperketat prokes di tengah kembali melonjaknya kasus Covid-19 varian Omicron. Ketentuan itu diatur dalam Surat Edaran Nomor SE. 04 Tahun 2022, yang ditandatangani oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas di DKI Jakarta pada 4 Februari 2022.
“Mengatur jarak antarjemaah paling dekat 1 (satu) meter dengan memberikan tanda khusus pada lantai, halaman, atau kursi,” demikian bunyi poin keenam yang diatur dalam SE tersebut (cnnindonesia.com).
Kembali meroketnya kasus covid varian baru Omicron memberikan gambaran kepada kita bahwa ada persoalan yang tidak mampu diatasi oleh Negara hari ini. Salah satunya adalah program vaksinasi. Dimana, pemberian vaksin harusnya mampu menekan angka penyebaran covid, tetapi nyatanya nihil.
Pakar Biologi Molekuler, Ahmad Rusdan Utomo, Ph.D. dalam Fokus Spesial di kanal YouTube UIY Official (30/1) mengatakan, salah satu penyebab tingginya kasus Covid-19 adalah adanya jarak atau kesenjangan antara negara maju. Antara negara yang mampu memvaksinasi seluruh warga negaranya dan negara miskin yang tidak mampu membeli vaksin.
Dampak besar dari lambannya penanganan covid ini mengakibatkan terjadinya gelombang Covid-19 yang terus meningkat setiap tahun. Yang lebih mengherankan, peningkatan ini terjadi menjelang hari raya kaum muslim. Sehingga, memunculkan asumsi di tengah masyarakat seakan Covid-19 hanya muncul dan seketika mengganas menjelang ibadah kaum muslim saja.
PWI Bogor Gelar Baksos Donor Darah https://t.co/NuRMsLKuQC
— Penasultra.id (@penasultra_id) February 15, 2022
Akibatnya, masyarakat menjadi hilang kepercayaan akan keberadaan virus tersebut. Selanjutnya, penerapan prokes menjadi renggang bahkan tidak sama sekali.
Pada akhir tahun lalu, pemberlakuan PPKM yang seharusnya diterapkan pada perayaan natal dan tahun baru, nyatanya hanya omong kosong. Demikian halnya, saat perayaan Imlek belum lama ini. Ketiadaan PPKM menimbulkan kerumunan yang luar biasa di sebuah pusat perbelanjaan. Tampak lautan manusia berdesak-desakan dan tidak mematuhi prokes. Akan tetapi, terjadi pembiaran. Alih-alih memberikan sanksi, justru hal itu dianggap bukan sebuah pelanggaran.
Jika kondisi ini kita kembalikan ke dalam penerapan Islam, maka kondisinya tidak akan kacau seperti saat ini. Sebab, penerapan hukum dan pemberian sanksi dilaksanakan sepenuh hati dan tegas oleh pemerintah tanpa pandang bulu.
Sebagaimana pernah terjadi di masa Rasulullah, ketika muncul penyakit Thaun yang tercatat dalam sebuah hadits.
Discussion about this post