Oleh: Teti Ummu Alif
Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah baru-baru ini menjadi buah bibir. Pasalnya, diduga terjadi intimidasi kepada warga oleh aparat kepolisian di desa yang memiliki ‘harta karun’ berupa batu andesit ini.
Sejumlah warga Desa Wadas menolak penambangan batu andesit karena dianggap akan merusak lingkungan. Batuan tersebut kabarnya akan dijadikan salah satu material dalam proyek pembangunan Bendungan Bener yang termasuk dalam proyek strategis nasional (PSN). Proyek ini didanai langsung dari APBN melalui Kementerian PUPR (Bisnis.com 13/02).
Gemah ripah loh jinawi merupakan semboyan yang kerap kita dengar. Semboyan yang menggambarkan betapa suburnya bentang alam Nusantara. Konon katanya, tongkat kayu dan batu pun jadi tanaman. Rupanya, Wadas menjadi salah satu bukti ungkapan di atas. Desa ini diberkahi unsur hara yang sangat melimpah. Pun, terdapat 27 sumber mata air yang dapat ditemukan di sana. Dengan tanah yang subur, hampir seluruh masyarakatnya berprofesi sebagai petani yang banyak bergantung pada kelestarian alam.
Berdasarkan survei yang dilakukan Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempa Dewa) bersama Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta komoditas yang dibudidayakan di wilayah Desa Wadas bernilai akumulasi tinggi setiap tahun. Untuk komoditas kebun dapat mencapai Rp8,5 miliar per tahun. Sementara untuk komoditas kayu keras dapat menghasilkan Rp5,1 miliar selama periode yang sama.
Oleh karena itu, masyarakat menyebut Desa Wadas bak “tanah surga di bumi”. Namun sayang, potensi luar biasa bumi surga tersebut terancam hilang ditelan mega proyek ambisius yang menghabiskan biaya Rp2,06 triliun. Proyek bendungan yang digadang-gadang akan menjadi konstruksi bendungan tertinggi di Indonesia dan ke-2 di Asia Tenggara. Tak tanggung-tanggung mega proyek ini membutuhkan lahan seluas 145 hektar.
Discussion about this post