Oleh: Teti Ummu Alif
Heboh. Sekitar 17 ribu calon jamaah haji Indonesia terancam gagal diberangkatkan ke Baitullah. Pasalnya, belasan ribu calhaj tersebut diduga bermasalah administrasi dalam proses registrasi pemberangkatan ke Arab Saudi.
Hal ini dibenarkan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Muhadjir Effendy. Ia mengatakan pihaknya akan menuntaskan masalah registrasi yang dihadapi para calon jamaah haji (Okezone.com 22/5).
Diketahui pemerintah Arab Saudi telah menetapkan tiga syarat perjalanan haji, yaitu syarat vaksinasi COVID-19 minimal vaksin lengkap, PCR 72 jam sebelum keberangkatan dan syarat maksimal umur di bawah 65 tahun. Sedangkan, Kementerian Kesehatan mencatat baru sekitar 76 persen calon haji yang sudah mendapatkan vaksinasi COVID-19 dosis lengkap.
Untuk itu, Kemenko PMK bersama Kementerian Kesehatan menyisir satu per satu calon haji untuk memastikan yang bersangkutan telah menerima vaksinasi dosis lengkap.
Masalah seputar haji memang seakan tak ada habisnya. Tentu masih lekat di benak kita tentang pembatalan haji pada tahun lalu akibat pandemi Covid-19. Dimana hal ini membuat para calon jama’ah haji begitu bersedih kala itu. Mereka bersusah payah menata hati agar ikhlas menerima nasib.
Apakah tahun ini calon jama’ah haji akan kembali menelan kekecewaan karena gagal berangkat ke tanah suci?
Pelaksanaan ibadah haji merupakan mahkota ibadah dalam Islam dan cita-cita seumur hidup umat Islam di manapun. Ibadah haji menjadi salah satu format ibadah istimewa yang melibatkan seluruh dimensi kehidupan manusia dalam pelaksanaannya.
Tidak hanya dimensi material yang berkecukupan sebab ongkos naik haji yang lumayan mahal. Melainkan juga mengharuskan pelakunya memiliki kesehatan fisik, mental dan keteguhan spiritual. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika Allah SWT mengganjar orang yang melakukan ibadah haji dengan ampunan dan pahala yang berlipat ganda.
Hanya saja, berhaji di zaman kapitalis sekuler saat ini menjadi rumit dan ribet. Segala kebijakan penyelenggaraan haji yang dibuat pemerintah justru tidak memudahkan kaum muslim mengunjungi Ka’bah. Sehingga, animo umat muslim yang tinggi seringkali tidak berbanding lurus dengan realita.
Bagaimana tidak, daftar tunggu jamaah haji Indonesia terus membengkak dari tahun ke tahun. Bahkan, bisa mencapai 32 tahun. Belum lagi pembatasan kuota jamaah haji yang sering dilakukan Arab Saudi. Sungguh miris.
Ya, dalam paradigma berpikir kapitalisme yang digunakan sebagai pijakan oleh mayoritas negeri Islam, jelas ritual haji tak lepas dari aroma bisnis. Lihat saja, para pelaku bisnis biro perjalanan haji begitu menjamur.
Mereka tak segan menjajakan berbagai macam kemudahan dan keistimewaan perjalanan haji demi memanjakan para jama’ahnya. Termasuk bisnis bodong dengan iming-iming haji yang cepat tanpa harus menunggu lama.
Beginilah gambaran penyelenggaraan haji di negara berideologi batil. Segalanya tidak luput dari unsur materi.
Sejatinya, pelaksanaan ibadah haji membutuhkan sistem yang mendukung dan mengembalikan kedudukan haji sebagai bagian dari rukun Islam. Negara seyogianya mampu memfasilitasi penyelenggaraan haji dengan birokrasi yang mudah dan tak bertele-tele.
Pemerintah hendaknya bisa mengantisipasi sejak awal segala persyaratan administrasi yang diajukan seperti vaksin dan usia. Sehingga, para calon jama’ah haji tidak menjadi korban ketidakpastian pemerintah dalam menyiapkan syarat tersebut.
Sesungguhnya, rakyat sangat menginginkan pelayanan haji yang prima dari negara berdasarkan cara pandang ideologi Islam yang benar. Dimana negara berkontribusi dan memberikan perhatian besar pada persoalan ibadah khususnya haji.
Sebagaimana Allah SWT menetapkan haji sebagai kewajiban bagi kaum muslim yang memenuhi syarat dan berkemampuan. Allah SWT. menyatakan dalam Al-Qur’an, “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS Ali ‘Imran: 97).
Dengan demikian, sebuah negara yang menerapkan sistem Islam secara menyeluruh tentu memiliki berbagai kebijakan dalam rangka mendudukkan relevansi haji dengan ayat Allah SWT tersebut di atas.
Diantaranya, Membentuk departemen khusus yang mengurus urusan haji dan umrah, dari pusat hingga ke daerah. Mengatur ONH. Menghapus visa haji dan umrah. Mengatur kuota haji dan umrah. Hingga membangun segala infrastruktur pendukung haji tanpa menghilangkan situs-situs bersejarah. Wallahu a’lam bisshowwab.(***)
Penulis: Pemerhati Masalah Umat
Jangan lewatkan video populer:
https://youtu.be/BXaiQPXT5E8
Discussion about this post