Oleh: Mariana, S.Sos
Guru yang baik akan dapat menginspirasi setiap harapan, menyalakan imajinasi, dan menanamkan kecintaan belajar, kepada semua siswanya (Brand Henry). Guru adalah inspirator lahirnya peradaban mulia sebab di tangan gurulah generasi emas itu terlahir. Guru seperti sutra halus yang mendidik dalam dekapan yang sunyi namun membekas dalam setiap relung hati dan jiwa bagi peserta didiknya.
Pembinaan yang dilakukan menjadi cambukan dan percikan api yang melintasi ruang dan waktu dalam dimensi pemikiran dan juga hati sehingga menjadi perilaku dan adab yang tercermin dalam keseharian.
Guru tidak hanya semata mengajarkan tentang pengetahuan tetapi juga tentang moralitas dan keterampilan hidup. Ini sangat bermanfaat bagi tumbuh kembangnya sebuah peradaban negara karena pilarnya yaitu manusia yang memiliki kualitas yang tinggi dari hasil didikan guru.
Guru Tanpamu, Dunia Tidaklah Berarti
Guru menjadi cahaya yang indah dengan ilmu yang diberikannya dapat menembus ruang kebodohan dalam dimensi pemikiran manusia. Guru menciptakan sebuah kesan yang tinggi dalam membangun moralitas sehingga melahirkan perilaku manusia yang terpuji. Kehadiran guru menjadi warna tersendiri bagi tumbuh kembangnya sebuah peradaban.
Guru yang hebat tentu akan melahirkan generasi yang tangguh dan juga berkualitas. Hanya saja tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas pendidikan kita saat ini tidaklah sedang baik-baik saja. Berdasarkan data yang dirilis worldtop20.org peringkat pendidikan Indonesia pada 2023 berada di urutan ke-67 dari 209 negara di dunia. Urutan Indonesia berdampingan dengan Albania di posisi ke-66 dan Serbia di peringkat ke-68.
Persoalan kualitas guru mungkin menjadi salah satu aspek di samping aspek yang lainnya, maka itu guru sudah seharusnya mendapat pelatihan yang layak dan tentu saja kesejahteraannya harus dijamin. Sebab gurulah yang akan memberikan peluang besar bagi kemajuan peradaban suatu negara. Sebab di tangan gurulah aset pembangunan itu dibina, baik atau buruknya negara itu tergantung dari bagaimana peranan guru dalam mendidik generasi.
Tidak sedikit guru yang kesejahteraannya justru tidak terjamin padahal mereka telah berjasa dalam mendidik dan membangun anak bangsa. Selain itu ada saja manusia yang tidak menghargai peranan guru. Tidak jarang kita dengar ada anak didik bertindak arogan, tidak menghargai guru bahkan terkesan melawan dan melukai guru-gurunya.
Entahlah mengapa kemudian adab dan budi serta kesopanan pada guru itu berangsur mengalami degradasi, padahal tanpa guru dunia bukanlah apa-apa.
Pada masa Islam, guru sangatlah dihargai. Negara memberikan gaji yang sangat baik. Pada masa Khalifah Umar bin Khaththab Ra, pernah menggaji guru yang mengajar anak kecil di Madinah sebanyak 15 dinar. Gaji ini diambil dari baitul mal. 1 dinar setara dengan 4,25 gram emas maka jika dikonversikan dengan rupiah dengan 1 gram emas adalah satu juta, maka setara dengan 63.750.000 rupiah.
Pada masa Daulah Abbasiyah tunjangan guru sangat tinggi, Zujaj setiap bulan mendapat gaji 200 dinar. Sementara Ibnu Duraid digaji 50 dinar per bulan oleh al-Muqtadir.
Di masa Shalahuddin al-Ayyubi, Syekh Najmuddin al-Khabusyani yang menjadi guru di Madrasah al-Shalahiyyah, setiap bulannya di gaji 40 dinar dan 10 dinar untuk mengawasi wakaf madrasah.
Dengan gaji yang begitu tinggi, maka guru tidak perlu repot untuk mencari tambahan seperti yang dilakukan oleh guru saat ini terlebih guru honorer yang gajinya tidak seberapa, sementara beban hidup dari segi harga dan kebutuhan sangatlah tinggi. Sehingga guru masa Islam dapat fokus untuk mengajar dan membina anak didiknya dan tidak harus direpotkan dengan kepentingan mencari penghasilan lain yang berakibat pada menurunnya kinerja dalam mendidik.
Guru Inspirasi dan Teladan bagi Peserta Didik
Seseorang tidak akan mampu bertahan melahirkan banyak perubahan ketika tidak ada jasa guru yang memberikan pembinaan dan pengajaran pada mereka. Sangat ironis memang ketika guru hanya dijadikan sebagai pelampiasan dari lelahnya orang tua mengajar dan mengasuh anaknya padahal guru bukanlah tempat satu-satunya dalam proses pembinaan anak.
Kadang ada saja orang tua yang tidak mau bekerja sama bahkan sering menyalahkan guru ketika anak-anak mereka berusaha untuk didisiplinkan di sekolah.
Discussion about this post