Oleh: Rusdianto Samawa
Bakal calon Presiden (Capres) Anies Baswedan nomor urut 1, saat menyampaikan visi dan misi dalam debat ketiga yang digelar di Istora Senayan, kompleks Gelora Bung Karno (GBK) pada Minggu (7/1/2024), mengatakan bahwa Program Food Estate (lumbung pangan) yang dicetus oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap gagal karena lahan singkong seluas 600 hektare mangkrak. Lebih 340 ribu hektare tanah di RI ditambah food estate singkong yang mangkrak dinilai gagal, kata Anies dalam Debat Ketiga Pemilu 2024 kepada CNBC Indonesia 07 January 2024 20:05.
Kata Anies Baswedan diatas, salah satu tanda keabnormalan, ketika pemerintah terjebak sebagai rezim impor untuk bertahan ditengah merosotnya stok pangan. Lagi pula, kebijakan negara yang tak lazim, untuk kembalikan keperkasaan swasembada pangan dimasa lalu, dengan membuka lahan Food Estate tanpa pertimbangkan aspek keberlanjutan lingkungan.
Lahan itu, kini mangkrak, menutup kemangkrakan ditanami singkong. Ini sesuatu yang tidak normal dalam sistem ekonomi negara. Kebijakan seperti Food Estate dan Shrimp Estate harus dikoreksi dan dirubah pendekatan maupun roadmapnya.
Rezim Joko Widodo dalam melakukan mitigasi pangan sangat lemah dalam memahami kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Sementara, amanat konstitusi; pemimpin diminta menyuapi bahan pokoknya rakyat. Mestinya pemimpin itu membumikan haluan ekonomi Pancasila dalam prakteknya sehingga memaksimalkan konsolidasi pemerintahan tidak terasa berat.
Herannya lagi, ketika stok pangan berkurang; seyogyanya pemimpin tunjukkan kekuatan bahwa bangsa ini berdaulat atas sumber daya alam yang dimiliki tanpa impor. Tentu strateginya memantapkan gerakan pangan melalui menanam, memandu, fasilitasi, dan kelembagaan masyarakat untuk perkuat produksi pangan dalam negeri. Bukan impor garam, impor sayur, impor beras, impor gula dan lainnya.
Tentu, mengatasi persoalan krisis pangan dengan paket kebijakan penyelamatan terhadap petani dan keluar dari ancaman krisis pangan. Untuk terhindar dari situasi penuh ancaman ledakan krisis pangan harus segera menyusun program menyelamatkan petani dari kerugian yang bisa menimbulkan krisis pangan.
Agro Maritim Pendekatan Atasi Darurat Pangan Nasional
Tahun 2021-2023 lalu, Indonesia merupakan salah satu negara penghasil beras terbesar dengan lahan sawah seluas 8,1 juta Ha dan luas panen mencapai 10,41 juta Ha. Konsumsi beras per kapita cukup tinggi, yaitu 114, 6 kg per orang per tahun. Kondisi ini membuat pemerintah perlu meningkatkan produksi beras nasional untuk mengamankan kecukupan pangan pokok bagi 273 juta penduduk.
Jika kebutuhan nasi rata-rata per orang 250 gram beras setiap hari, maka kebutuhan beras nasional kita per hari 61.875 ton dan kebutuhan setahun 22,6 juta ton beras. Mestinya suplai beras di pasar cukup. Namun, rencana pemerintah impor beras tahun 2024 ini sebanyak 52 Juta ton. Namun belum ada keinginan pemerintah membatalkan impor beras tersebut.
Sementara, rencananya, ID Food impor daging sapi sebanyak 20.000 ton dari Brazil dan Australia sepanjang 2024. Perum Bulog juga ditugaskan impor daging kerbau sebanyak 100.000 ton, sedangkan kuota 50.000 ton daging kerbau dilimpahkan kepada swasta. Selain daging sapi dan kerbau, sejumlah komoditas pangan yang akan diimpor pada 2024 guna memenuhi stok nasional.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, produksi daging sapi dan kerbau diprediksi mencapai 524.760 ton pada 2022. Jika diperinci, Pulau Jawa merupakan kontributor terbesar untuk produksi daging sapi dan kerbau sebesar 54,95% atau sekitar 288,330 ton, diikuti Pulau Sumatra sekitar 26,80%, dan Pulau Sulawesi sekitar 7,07% terhadap total produksi daging sapi dan kerbau di 2022.
Media Koran Bisnis (Jan, 2024) merilis data konsumsi daging sapi dan kerbau di Indonesia diperkirakan mencapai 816.790 ton dengan jumlah penduduk sekitar 278,84 juta jiwa pada 2023. Secara regional, konsumsi daging sapi dan kerbau terbesar pada 2023 berada pada Pulau Jawa.
Tercatat, konsumsi daging sapi dan kerbau di Pulau Jawa sebanyak 583.360 ton dengan jumlah penduduk sekitar 155,76 juta jiwa, diikuti Pulau Sumatra 107.380 ton dengan jumlah penduduk 60,78 juta jiwa. Konsumsi daging sapi dan kerbau terendah berada pada Pulau Maluku dan Papua yaitu sebanyak 10.340 dengan total penduduk sekitar 8,93 juta jiwa.
Dari jumlah impor pangan, sesungguhnya negara tak mampu manfaatkan pertanian dan Agromaritim yang bisa di integrasikan dalam satu program kebijakan untuk mengetahui krisis pangan. Setidaknya, ada empat paradigma usang yang menyebabkan pangan tidak teratasi, krisis sudah capai stadium empat (Baca: Rusdianto Samawa, Buku Agromaritim dan Jalur Pangan Maritim Indonesia, 2023) yakni; Pertama, masih lemahnya politik pemberdayaan petani.
Kedua, kondisi ekonomi nasional belum mendukung upaya optimalisasi peningkatan pangan nasional sehingga masih andalkan impor bahan pangan. Selain itu, pelemahan kurs rupiah berpengaruh pada struktur ekonomi global. Ketiga, tidak ada regulasi penolakan impor yang sedianya bisa ditafsirkan sebagai Daulat Pangan. Namun hal ini terkendala pasokan distribusi pangan dalam negeri yang bersumber dari petani. Keempat, regulasi naik turunnya pendapatan dan pengeluaran seiring kebutuhan yang mendesak sehari-hari sangat fluktuatif dan tinggi.
Hal inilah menjadi penyebab defisit suplay pangan sehingga memicu kenaikan seluruh harga kebutuhan pangan cukup besar. Tentu berdampak pada kehidupan masyarakat. Selain itu, faktor logistik dan distribusi pangan bermasalah disebabkan transportasi yang di sebabkan mainan mafia pangan dipasar global dan nasional. Akibatnya tidak efisien sehingga ikut pengaruhi tingginya harga pangan di pasar.
Maka, cara atasi darurat pangan adalah perpendek rantai distribusi pangan tanpa harus melalui perantara pasar sebagai upaya menstabilkan kondisi darurat pangan yang sudah over supply itu. Pemerintah, juga harus sedetail mungkin untuk mengetahui daerah yang surplus dan minus produksi beras, sehingga dapat mengambil kebijakan yang tepat.
Discussion about this post