PENASULTRA.ID, JAKARTA – Tahapan penyelenggaraan Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020 memasuki babak akhir dan melahirkan sejumlah pemenang.
Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Atal S Depari, mengumumkan pemenang anugerah jurnalistik tertinggi dan paling bergengsi di Indonesia ini, dalam acara Indonesia Bicara di TVRI, 20 Januari 2021 malam.
Proses penjurian berlangsung selama Desember 2020 secara virtual mengingat situasi masih pandemi Covid-19.
Terdapat enam kategori yang dilombakan, yaitu liputan berkedalaman untuk media cetak; liputan berkedalaman untuk media siber; liputan berkedalaman untuk media televisi; liputan berkedalaman untuk media radio; foto berita untuk media cetak dan media siber; serta karikatur opini untuk media cetak dan media siber.
Kategori media cetak dimenangi Devy Ernis bersama timnya Aisha Saidra dan Dini Pramita dari Majalah Tempo bertajuk “Jalan Pedang Dai Kampung” yang diterbitkan 27 Juli 2020.
“Isu kekinian, dekat dengan kita, tulisan memberi pemahaman yang lebih baik mengenai masalah,” komentar Ketua Dewan Juri Media Cetak wartawan senior Maria D. Andriana. Dua juri lainnya, wartawan kawakan Asro Kamal Rokan dan Ahmed Kurnia S.
Kategori media siber dimenangi Jonathan Pandapotan Purba dan Windi Wicaksono dari Liputan6.com berjudul “Vaksinasi, Momentum Indonesia Bangkit dari Pandemi Covid-19” yang diterbitkan 23 Oktober 2020.
Untuk pemenang kategori ini, Priyambodo RH selaku ketua dewan juri, memberi komentar singkatnya.
“Reportase aktual, mendalam, multimedia-konvergensi,” ujarnya.
Namun, ia juga memberi catatan penjurian, terutama bagaimana membedakan antara konten web dan konten cetak.
“Konten cetak naratif dan santai, konten web harus langsung ke intinya,” jelas Priyambodo.
Wartawan senior Antara ini mengingatkan, pembaca web selalu terburu-buru, berbeda dengan pembaca media cetak.
Dr. Artini dan Prof. Rajab Ritonga sebagai anggota Dewan Juri Media Siber sependapat. Secara umum karya Jonathan Pandapotan dan Windi tersebut berhasil menyampaikan pesan sesuai karakter media siber.
“Ada kebaharuan dan kekinian yang masih menjadi fenomena yang belum terselesaikan,” ujar Artini.
Discussion about this post