Persoalan sekarang, masyarakat tak dapat menjual langsung ke pasar-pasar lokal, regional maupun ekspor luar negeri. Akibat ketimpangan pemberlakuan SLIN yang tidak merata. Padahal potensi 10-15 tahun kedepan, tantangannya sangat berat. Bukan saja ada ekspor hasil laut tetapi juga soal ketertiban, kesejahteraan dan keamanan maritim Indonesia.
Lagi pula, memagari laut tentu berdampak besar pada: pertama, royalti cash kapal cargo logistik yang masuk pada kas negara, misalnya diberlakukan 2 dollar per ton atau 500 rupiah perKg. Silahkan dihitung uangnya, kira-kira berapa hasilnya. Kalau kapal cargo itu bermuatan 5 juta ton. Hasilnya payment cash pajak tentu sangat mengagetkan, bukan?. Apalagi kapal cargo melewati kelima selat Indonesia itu setiap hari berjumlah ribuan.
Kedua, pemberlakuan SLIN dapat menjamin keadilan masyarakat pesisir karena bisa direct langsung penjualan hasil kegiatan penangkapan ikan. Tentu, pengusaha akan gembira dengan sistem ini. Hal ini berdampak besar pada penunjang kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Ketiga, memagari laut tentu bisa membayar hutang negara. Konon, utang negara capai 8000 triliun. Belum lagi utang swasta. Kalau kelima selat itu difungsikan sebagai kebangkitan negara berdaulat, maka Indonesia akan panen hasil. Dari hasil memagari laut itu, mungkin saja sebulan atau dua bulan bisa bayar hutang. Mengapa? Hal ini semacam memaksa kapal-kapal cargo asing untuk membayar. Selama ini gratis melewati kelima selat Indonesia. Kalau kapal cargo asing tak mau bayar, mereka harus berlayar memutari dunia atau dua benua sekaligus.
Keempat, sekarang ini trend hasil tangkapan nelayan berupa udang, ikan, lobster dan kepiting yang kategori ekspor sangat bagus. Selain itu, ada industri perikanan yang sudah advance di pasar ekspor pada bidang processed food (produk olahan). Tetapi sekarang industri itu malah mengalami penurunan produksi. Maka untuk optimalnya, harus diatur agar memenuhi rasa keadilan dan kemakmuran.
Kelima, tentu pemerintah daerah (provinsi, kab/kota dan desa) akan mendapat hasil dari sistem SLIN ini, karena semua pendapatan pajak dan retribusi sektor maritim, kelautan dan perikanan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Anies Baswedan Mendorong Pertumbuhan dan Pemerataan
Saat ini penting untuk mendorong pertumbuhan dan pemerataan yang berorientasi pada hasil kelautan dan perikanan. Untuk permudah hal itu, Anies Baswedan komitmen pada agenda penataan sistem yang bisa mengisi dan melengkapi seluruh regulasi sebelumnya yang dianggap lemah, seperti pola investasi kelautan – perikanan, koperasi masyarakat dan stakeholders.
Syarat utama industrialisasi kelautan dan perikanan tidak berkembang karena diserahkan semua potensi usaha kepada oligarki. Jadi, kebijakan pemerintah satu paket dengan pengusaha (bergandeng). Mestinya, kebijakan itu satu paket dengan stakeholder seperti organisasi nelayan dan koperasi.
Paket kebijakan kedepan, harus berjalan bersama antara pemerintah, koperasi dan masyarakat pesisir agar pembangunan dan pemerataan dapat dirasakan semuanya. Selama ini, kebijakan gandeng oligarki sehingga hasilnya tidak dirasakan langsung oleh masyarakat. Itulah penyebab nirjustice yang terjadi. Kesejahteraan mandeg.
Optimistis pada visi misi pasangan AMIN (Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar) yang maju pada pilpres 2024 ini dapat kita rasakan manfaatnya, bahwa pertumbuhan dan pemerataan mampu tumbuh secara signifikan. Karena Indonesia memiliki potensi besar di sektor maritim, kelautan dan perikanan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber kesejahteraan masyarakat.(***)
Penulis: Fourbest, Lembaga Kajian, Riset dan Kebijakan Publik
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post