Berdasarkan kajian diatas, diperlukan optimalisasi Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) sehingga pasokan bahan baku dan harganya bisa stabil. Wilayah Maluku, Bitung, Bali, Jakarta, Surabaya dan Kalimantan yang memiliki SLIN. Sementara daerah lain, belum ada. Tentu konsep dan gagasan visi misi Anies Baswedan agar ada keseimbangan bagi daerah sehingga keadilan dan kesejahteraan masyarakat bisa dihadirkan. Kebutuhan SLIN bagi daerah lain, perlu diterapkan seperti Nusa Tenggara (NTB-NTT) dan kepulauan Sumatera.
Mestinya, SLIN mengikuti lima selat yang dimiliki Indonesia yakni Selat Sunda, Selat Malaka, Selat Karimata, Selat Lombok dan Selat Madura. Kelima Selat ini merupakan arus kapal-kapal logistik nasional.
Kalau kelima selat itu bisa “Dipagar” atau “Payment Cash”, maka ini sebenarnya pelaksanaan kebijakan maritim Indonesia. Apabila komitmen visi misi Anies Baswedan bisa terlaksana, Indonesia akan berdaulat, adil dan makmur. Bayangkan saja, kalau kelima selat itu dipagar. Maka seluruh kapal-kapal cargo akan payment cash ke negara. Tentu cara memagarinya dengan membuat peraturan SLIN secara ketat.
Visi misi pasangan AMIIN ini, membuat pegiat maritim, kelautan dan perikanan sangat optimistis. Karena dari SLIN itu bisa muncul kebangkitan baru dunia maritim, industri perikanan, ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Sala satu problem besar ekonomi masyarakat pesisir tidak tumbuh adalah panjangnya mekanisme distribusi hasil kegiatannya. Karena SLIN yang membuat ketimpangan itu nyata, tidak merata pada kelima selat, seperti wilayah Nusa Tenggara (NTB-NTT-Bali-Sumatera). Para nelayan, pengusaha, juragan dan industri harus melewati Bali atau Surabaya untuk bisa ekspor (distribusi) dan/atau penjualan ke pasar luar negeri.
Persoalan sekarang, masyarakat tak dapat menjual langsung ke pasar-pasar lokal, regional maupun ekspor luar negeri. Akibat ketimpangan pemberlakuan SLIN yang tidak merata. Padahal potensi 10-15 tahun kedepan, tantangannya sangat berat. Bukan saja ada ekspor hasil laut tetapi juga soal ketertiban, kesejahteraan dan keamanan maritim Indonesia.
Lagi pula, memagari laut tentu berdampak besar pada: pertama, royalti cash kapal cargo logistik yang masuk pada kas negara, misalnya diberlakukan 2 dollar per ton atau 500 rupiah perKg. Silahkan dihitung uangnya, kira-kira berapa hasilnya. Kalau kapal cargo itu bermuatan 5 juta ton. Hasilnya payment cash pajak tentu sangat mengagetkan, bukan?. Apalagi kapal cargo melewati kelima selat Indonesia itu setiap hari berjumlah ribuan.
Kedua, pemberlakuan SLIN dapat menjamin keadilan masyarakat pesisir karena bisa direct langsung penjualan hasil kegiatan penangkapan ikan. Tentu, pengusaha akan gembira dengan sistem ini. Hal ini berdampak besar pada penunjang kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Ketiga, memagari laut tentu bisa membayar hutang negara. Konon, utang negara capai 8000 triliun. Belum lagi utang swasta. Kalau kelima selat itu difungsikan sebagai kebangkitan negara berdaulat, maka Indonesia akan panen hasil. Dari hasil memagari laut itu, mungkin saja sebulan atau dua bulan bisa bayar hutang. Mengapa? Hal ini semacam memaksa kapal-kapal cargo asing untuk membayar. Selama ini gratis melewati kelima selat Indonesia. Kalau kapal cargo asing tak mau bayar, mereka harus berlayar memutari dunia atau dua benua sekaligus.
Discussion about this post