Publik juga menilai, babak demi babak Anies Baswedan sudah melewati tantangan yang berat. Mengapa Anies menerima musuh dalam selimut?. Publik sedang bertanya-tanya: “ada apa.”
Jawabannya, kemungkinan ada dua hal, yakni pertama, KPK dan Kejagung dalam menghadapi pilpres ini, tak perlu ada upaya penegakan hukum terhadap Capres dan Cawapres yang terlibat masalah dugaan korupsi. Kedua, pertemuan Surya Paloh dan Presiden Jokowi bisa jadi ada deal-deal yang membiarkan Anies Baswedan melenggang maju.
Presiden Jokowi pasti sudah menghitung segala sesuatunya. Termasuk perbandingan kekuatan dan kemenangan antara Anies Baswedan dan Prabowo Subianto pada putaran kedua nanti.
Presiden Jokowi, bisa jadi kurang akurat dengan prediksi Prabowo Subianto yang menang dalam pilpres 2024 nanti. Padahal, bisa terbalik. Anies Baswedan melaju kencang. Bisa juga, dilihat sebagai test case kekuatan pasangan Anies-Cak Imin. Kalau kuat pada akhir Oktober nanti. Maka bisa jadi Cak Imin dikeluarkan Sprindik atas kasusnya itu. Walaupun, kejaksaan menolak, KPK berlanjut.
Contoh kasus, ingat ya, kasus calon Kapolri dulu? Menjelang pelantikan Kapolri dikeluarkan Buku Merah sebagai catatan atas rekening gendut oleh KPK. Akhirnya, tak bisa dilantik. Padahal sudah Fit and Propertest di DPR dan menyetujui jadi Kapolri. Satu langkah lagi dilantik oleh Presiden. Akhirnya, calon Kapolri tersebut melakukan gugatan Praperadilan yang keputusannya batal status tersangka.
KPK jangan sampai bekerja seperti ini. Kasian pejabat-pejabat calon yang tulus mengabdi kepada negara diperlakukan seperti itu. Apa bedanya, Capres, Cawapres, Calon Kapolri dan/atau Calon kepala lembaga apapun. Sama pentingnya. Kalau dilakukan seperti itu, sangat zalim, tidak benar dan nirjustice. KPK harus bekerja dalam diam. Tanpa intervensi siapapun.
Discussion about this post