KPK akan menggunakan, mengerahkan seluruh perangkat kekuasaannya untuk memenangkan Pilkada Sumut. KPK juga menyandera elit partai politik (Parpol) di tingkat nasional demi menertibkan elit Parpol di tingkat lokal.
Sehingga meski ada riak di bawah, pada akhirnya semua elit Parpol akan tunduk dan patuh kepada KPK. Sedangkan untuk melemahkan PDIP, KPK sengaja membajak salah satu kadernya, yang saat ini menjadi bupati untuk dijadikan sebagai calon wakil gubernur mendampingi anggota KPK di Pilkada Sumut.
Melalui Pilkada Sumut, maka “abuse of power” dalam pelanggengan kekuasaan akan makin sempurna. Demokrasi pada akhirnya hanya prosedural, sedang substansinya dirampas dan diperkosa oleh KPK.
Bupati kader PDIP tersebut pasti akan patuh dan tunduk pada KPK yang mengendalikan kekuasaan, meski harus pergi dan menghadapi partainya sendiri di Pilkada Sumut. Bupati, kader PDIP tersebut akan siap menyandang predikat sebagai “penghianat” demi janji, proteksi dari semua potensi masalah yang muncul dari jabatannya sebagai bupati.
Akhirnya, demi dan atas nama kekuasaan baik karena bujuk rayu, atau tekanan, bupati, kader PDIP tersebut akan bersatu, bersekutu dengan KPK demi melawan dan mengalahkan (lagi) PDIP di Sumut. Tetapi, meski banyak kader PDIP pergi, menjadi penghianat, akan banyak energi baru PDIP yang siap menghadapi KPK.
Discussion about this post