Oleh: Sahrun Gaus
Pekan ini, seharusnya kita sedang dalam keadaan bahagia. Betapa tidak, karena kita sedang menyambut HUT ke-20 Kabupaten Bombana, yang kala itu kita menyebutnya sebagai “Negeri Masa Depan”. Tetapi yang terjadi adalah kita disuguhkan oleh beberapa oknum anggota DPRD Bombana, melalui usul inisiatifnya merancang Raperda Pelestarian Seni dan Budaya.
Dari judul Raperdanya saja, kita sudah bisa menduga bahwa ada perencanaan jahat didalamnya. Apa sebab?
Pertama, sebagai orang berbudaya dan beretika hendaknya mereka memegang teguh falsafah “Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung”.
Perisitiwa ini memunculkan pertanyaan seni dan budaya apa yang hendak dilestarikan? Budaya Moronenekah, Bugiskah, Jawakah, atau bahkan mungkin juga seni dan budaya Amerika?
Kedua, dilihat dari anggota dewan pengusulnya, ternyata sebagian besar atau bahkan semuanya bukan berasal dari suku Moronene, sehingga semakin memperkuat dugaan adanya perencanaan jahat tadi.
Ketiga, tidakkah para pengusul Raperda ini mengakui bahwa Bombana adalah negerinya orang Moronene? Kenapa begitu lancangnya atau begitu beratnya untuk menuliskan kata Moronene sehingga menjadi Pelestarian Seni dan Budaya Moronene?
Discussion about this post