Oleh: Yuni Damayanti
Sebelum perayaan hari raya Idul Fitri bagi kaum muslim, biasanya didahului dengan tradisi mudik lebaran. Mudik menjadi hal yang sangat membahagiakan bagi perantau. Namun, tak jarang kita menemui hal yang janggal di momen mudik lebaran misalnya saja ada oknum tertentu yang mudik menggunakan Randis (kendaraan dinas).
Sekretaris Daerah Kendari, Ridwansyah Taridala mengimbau Aparatur Sipil Negara (ASN) di jajarannya tidak menggunakan kendaraan dinas (Randis) untuk mudik Idul Fitri 1444 Hijriah. Imbauan ini merujuk pada aturan pemerintah pusat agar tidak menggunakan fasilitas Negara saat mudik.
“Lebih pada persoalan moral saja. Kita berharap pegawai sadarilah. Tindakan itu kalau sudah berlebihan akan ada tindakan dari pimpinan,” ujar mantan Kepala Bappeda Kota Kendari itu, (sultrakini.com, 6/4/2023).
Seyogianya pelarangan menggunakan fasilitas negara bukan hanya ada saat lebaran saja, tetapi juga dalam kehidupan keseharian. Kendaraan dinas diberikan sebagai fasilitas agar memudahkan pejabat dalam melakukan tugas-tugasnya.
Jika tidak ada kepentingan bagi pejabat dalam menjalankan tugasnya atau diluar tugasnya sudah selayaknya tidak menggunakan fasilitas yang diberikan negara. Tentunya penerapan aturan tadi tidak mudah untuk dilakukan, sebab masih saja kita jumpai kendaraan dinas digunakan untuk hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan tugas si pemilik kendaraan.
Memang terasa sulit sekali menerapkan peraturan yang telah dibuat pemerintah saat ini, buktinya bukan hanya persoalan penyalahgunaan kendaraan dinas tetapi masih banyak juga peraturan lain yang sering dilanggar oleh oknum ASN.
Untuk menerapkan peraturan itu tentunya diperlukan adanya ketaqwaan individu yang bersifat qonaah, tawadhu’ terhadap apa yang telah dimiliki dan senantiasa bersyukur. Dengan adanya ketaqwaan individu akan menghasilkan pribadi yang tidak mudah silau dengan kesenangan dunia. Apalagi jika disertai dengan kontrol masyarakat, yaitu budaya amar ma’ruf nahi mungkar.
Perintah Allah SWT untuk amar ma’ruf nahi mungkar ini akan melahirkan kepedulian satu sama lain. Sehingga muncul perasaan tidak rela jika melihat saudaranya bermaksiat. Selain itu peran negara sangat dibutuhkan untuk menegakkan peraturan yang telah dibuat, memberikan sanksi yang berdampak besar dan memberikan efek jera tentu ini sangat ampuh untuk menghentikan setiap pelanggaran.
Sayangnya di sistem pemerintahan kita saat ini peraturan dibuat untuk dilanggar, bukankah seperti itu! Tentu ini sangat berbeda jauh dengan Islam dalam mengevaluasi pejabat yang menggunakan fasilitas negara.
Mari belajar dari kisah Umar bin Abdul Azis ketika menjabat sebagai pemimpin. Umar bin Abdul Aziz berkuasa sekitar dua tahun lamanya. Namun, periode itu termasuk yang membuat tentram rakyat Muslimin. Sebab, kepemimpinan Umar selalu mengedepankan kepentingan umat.
Sebagai pejabat negara, Umar bin Abdul Aziz berprinsip sangat hati-hati (wara’) dalam menggunakan fasilitas negara. Dikisahkan bahwa suatu ketika, pemimpin Muslimin ini harus menyelesaikan tugas di ruang kerjanya hingga larut malam. Tiba-tiba, putranya mengetuk pintu ruangan dan meminta izin masuk. Umar pun mempersilakannya untuk mendekat.
Discussion about this post