Aksi nekat Gubernur dan DPRD dalam membahas dan memutuskan APBD TA. 2024 secara buru-buru diduga berkaitan erat juga dengan kepentingan politik jelang Pemilu dan Pikada serentak 2024. Masa jabatan gubernur yang berakhir (5/9/2023) menjadi salah satu penyebabnya. DPRD merasa nyaman dengan Gubernur, sehingga DPRD tidak rela membahas APBD TA. 2024 dengan Penjabat Gubernur.
Akhirnya kolaborasi Gubernur dan DPRD berjalan mulus, karena semua pihak eksternal juga bungkam. Seolah peristiwa tersebut hal biasa, sehingga tidak ada kelompok masyarakat yang ribut, baik ormas, okp, ormawa, maupun ornop.
Gubernur dan DPRD diduga mendapat “advice, arahan, dan persetujuan” dari oknum pejabat di Kementerian Dalam Negeri. Sebagai lembaga yang bertugas melakukan evaluasi terhadap semua rancangan peraturan daerah (Ranperda) Provinsi, seharusnya Kemendagri melarang aksi nekat tersebut. Jika aksi nekat tersebut tidak mendapat perhatian Kemendagri, diduga karena ada komunikasi dan konsultasi intensif antara pihak Gubernur, DPRD, dan oknum pejabat Kemendagri.
Siasat Mengawal Kepentingan Bersama
Belum lama berselang, DPRD mengirimkan 3 nama usulan Penjabat Gubernur kepada Kemendagri. Semua Fraksi DPRD kompak mengusulkan nama Sekda, Arief yang dianggap mampu mengakomodasi semua kepentingan. Arief juga disebut memiliki koneksi dengan “istana”, yang dibuktikan saat Arief diberi tugas sebagai Pjs. Walikota Medan tahun 2020, meski tidak diunggulkan. Arief menjadi pilihan utama DPRD karena semua proses yang dipimpin dan dikelolanya berjalan mulus tanpa hambatan.
Sebagai ketua TAPD, Arief mampu menjembatani kepentingan Gubernur dan DPRD dalam membagi “kue anggaran”. Semua proses pembahasan anggaran antara TAPD dan Banggar DPRD, hingga diputuskan di Sidang Paripurna DPRD berjalan mulus. Kenyamanan komunikasi Gubernur dan DPRD sebagai hasil kerja Arief yang diganjar hadiah diusulkan sebagai penjabat gubernur.
Sementara itu, munculnya nama Safrizal ZA, Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri diduga sebagai ganjaran atas sejumlah “advice” sehingga Gubernur dan DPRD berani membahas APBD TA. 2024 tanpa Permendagri Pedoman Penyusunan APBD TA. 2024.
Safrizal diduga telah lama menjadi sahabat dan konsultan Edy dalam tata kelola pemerintahan daerah. Maka sekalipun Safrizal “tidak memiliki hubungan” dengan Sumut, namanya akhirnya masuk dalam 3 nama usulan DPRD.
Selamatkan Sumut dari Begal APBD
Untuk menghindari terjadinya praktik begal APBD Sumut jilid II, maka Kongres Rakyat Nasional (Kornas) sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia menyampaikan pandangan dan sikap sebagai berikut:
Discussion about this post